Mission:Impossible


Saya seperti hidup di dua dunia yang berbeda. Di saat tertentu saya pernah menikmati Time Square yang gemerlap di Manhattan atau tenggelam di kerumunan manusia pekerja workaholic di Tokyo yang metropolis. Di saat berbeda saya duduk bersila, khusuk melakukan pemujaan di depan sebuah lubang misterius tempat mengalirnya air suci di kawasan sebuah perbukitan di Bali Selatan. Jika kawan saya dari Kanada melihatnya, dia mungkin akan bertanya setengah mencibir “what are you doing here?“. Terutama jika melihat setelahnya saya akan menempelkan beras putih di kening saya, sebuah pemandangan yang bagi sebagian besar kawan saya ‘tidak biasa’.

Begitulah, saya hidup di dua dunia. Tidak selalu mudah menjelaskan keterkaitan keduanya, terlebih tidak semua dari apa yang saya lakukan dapat dijelaskan dengan metode ilmiah seperti yang dipercaya kebanyakan manusia dewasa ini.

Saya memahami dan akrab dengan teknologi informasi namun tetap hidup berdampingan dengan orang tua yang bahkan tidak tuntas mengenyam pendidikan dasar. Saya terbiasa bercakap-cakap dengan kerabat di seberang benua dengan bantuan teknologi informasi, sementara di saat lain masih sering terkesima dengan kisah Dadong Anu yang bisa ngeleak. Dua fenomena ini, menurut banyak orang, sesungguhnya tidak layak disandingkan. Meski demikian, saya menikmati dan menjalani keduanya. Saya memang hidup di dua dunia.

Pergaulan saya di lintas dunia ini membuat saya melihat banyak hal yang sangat sulit, kalaupun mungkin, untuk dilakukan. Kalau ada sebuah misi yang impossible untuk diwujudkan, salah satunya adalah mengajari Ibu saya menggunakan komputer. Saya telah lama mempercayai ini, sampai suatu ketika. Saat pulang ke Bali beberapa hari lalu, dengan sadar saya tumbangkan kepercayaan saya dan mencoba meyakinkan diri dengan kepercayaan lain: Ibu saya juga bisa menggunakan komputer, betapapun terlambatnya. Beliau masih bisa belajar, demikian keyakinan saya.

***

Melihat perempuan yang sudah tidak muda lagi ini bergetar tangannya memegang mouse lalu air mukanya menunjukkan keheranan sekaligus kepuasan saat menyaksikan kursor bergerak di layar komputer, saya seperti menemukan hal baru dalam hidup. Ibu saya, yang beberapa saat lalu selalu terheran-heran dan terpana melihat ‘kelihaian’ seorang pegawai bank dalam menggerakkan jemarinya di papan ketik komputer, kini tersenyum-senyum tertahan mendapati dirinya duduk taksim di depan sebuah monitor. Terlalu banyak keajaiban yang disaksikannya dari komputer itu sehingga tak sanggup diceritakannya apa yang terjadi. Terlalu lama beliau hidup di dunia nyata tanpa sedikitpun mengenal dunia virtual komputer. Kedatanyannya kali ini adalah sebuah revolusi sejarah. Demikianlah beliau dan saya merasakannya.

Seorang saya tidak akan muluk-muluk menjadikan ibu saya seorang yang lihai berkomputer, setidaknya masih sempat beliau menikmati hasil perkembangan peradaban manusia dan menyentuhnya dengan tangan sendiri. Setidaknya beliau pernah menggunakan komputer yang meskipun oleh cucunya mungkin hanya akan disaksikan di museum saja di tahun 2040.

Entah apa sebabnya, saya merasa baru saja membangun jembatan kokoh antara dua dunia yang selama ini asing tak terjelaskan.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

4 thoughts on “Mission:Impossible”

  1. I just find your web..
    I read them, they are so meaningfull, I like them..

    Saya member beasiswa.com..
    Punya cita2 melanjutkan study dan meraih schoolarship.. Tapi usia sy sekarang sdh 37, pendidikan br S1..
    Kemampuan bhs inggris jg cm bassic meskipun sy sk b.ing.. Tp sepertinya blm ada kemajuan apalagi untuk meraih skor toefl yg bagus.. Sprtnya msh imposible T.T..

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: