
Made Kondang pening kepalanya memikirkan apa yang baru saja terjadi. Dia yang kisah hidupnya tak pernah istimewa, tiba-tiba menjadi perhatian. Entah apa alasannya, Made Kondang terpilih menjadi Kelian Banjar, sebuah profesi yang bahkan tak pernah dimimpikan oleh leluhurnya akan disandang oleh anak cucu mereka. Singkat kata, Kondang yang adalah rakyat jelata, lahir dari rahim ibu yang tak kenal kata ‘leadership’ kini tergagap-gagap menjadi pejabat.
Pak Mangku, pemuka agama yang ditokohkan memanggilnya suatu hari. “Saya ingin lihat Bli Kondang bersikap netral, bisa menjadi pemimpin yang tidak terpengaruh oleh kelompok tertentu.” Demikian Pak Mangku menasihatinya dengan bijaksana sambil berharap. Kondang mengangguk-angguk taksim tanda setuju. “Saya tidak ingin Bli Kondang terseret oleh orang-orang seperti Pak Kaler. Kita tahu, semua orang tidak menyukainya di desa ini. Sikapnya yang sok jadi bos tidak boleh mengintervensi Bli Kondang. Bli harus independen.”
Kondang yang bahkan tak fasih mengucapkan kata “terjerumus” yang salalu disalahucapkan menjadi “terjemurus” merasa hampa pikirannya. Apa pula makna kata-kata sukar semacam “pensi-pensi” dan “penden-penden” yang baru saja diucapkan oleh Pak Mangku? Kondang tak kuat otaknya, kecerdasannya merayap menyentuh bumi yang bahkan berlumpur. Tak cakap dia memikirkan kata-kata sukar itu.
“Orang-orang seperti Pak Mangku itu harus diwaspadai.” Demikian Pak Kaler menasihati Kondang, suatu malam saat memanggilnya di kediamannya sambil makan malam. Pak Kaler menyuguhkan “jamuan malam kemenangan” untuk Kondang yang berhasil jadi Kelihan Banjar. Kondang hanya manggut-manggut sambil menyeruput singkong goreng beriringan dengan teh panas kental yang wangi. “Kalau kamu tidak hati-hati”, lanjut Pak Kaler, “orang-orang seperti Pak Mangku ini yang akan membuatmu terpengaruh. Dia kan bisanya hanya omong belaka, tak ada bukti. Semua orang di kampung kita sudah paham itu. Dari jaman dulu hingga sekarang, tiada berubah kelakuannya. Singkat kata, kamu harus netral. Jangan sampai terpengaruh dan terseret oleh kepentingan-kepentingan luar. Kamu harus tunjukkan sikap. Ingat, aku akan mendukungmu seratus persen.”
Tiba-tiba saja kunyahan Kondang jadi lebih pelan. Entah mengapa, gumpalan singkong terakhir yang dari tadi bergumul di mulutnya tidak mudah meluncur lewat kerongkongannya. Tegukan teh panas wangi juga tidak sanggup membuatnya bergulir sempurna menuju perutnya. Semua jadi agak seret. Seret oleh kata-kata ‘netral’ yang diucapkan oleh Pak Kaler. Adakah kata ini sama maknanya dengan ‘netral’ yang diucapkan Pak Mangku?
Made Kondang, anak kampung udik yang baru sekali mengenal tahta, bingung hidupnya oleh satu kata: ‘netral’.
Netral itu seperti apa ya? Rasanya orang lebih cendong ke sana atau ke mari 🙂
Mungkin suatu saat manusia tidak lagi berusaha memperbaiki menara condong, karena mereka condong untuk membenahi segenap kecondongan, mungkin setelahnya kita bisa bertemu si netral 😀
Made Kondang dapet makan gratis banyak pak… :), dipanggil sana-sini, mesti dapet jamuan 🙂