
Malcolm Forbes pernah berkata, “Education’s purpose is to replace an empty mind with an open one”, bahwa tujuan pendidikan sejatinya adalah mengubah pikiran yang tadinya hampa menjadi terbuka. Forbes tidak mengatakan bahwa pendidikan dimaksudkan untuk mengisi pikiran kosong dengan segala pengetahuan, kebenaran dan apalagi doktrin atau dogma. Pandangannya jelas dan sangat bijaksana bahwa pendidikan sesungguhnya bukanlah proses menggurui atau memaksakan kebenaran pada sesoerang atau sekelompok orang.
Saya bertemu dengan banyak orang yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi di luar negeri, di universitas kenamaan. Mereka yang mengikuti proses pendidikan sambil menyelami filosofinya, berkomentar senada: pandangan mereka lebih terbuka. Terbuka akan luasnya dunia, akan beragamnya isi jagat raya dan betapa tidak mudahnya segala sesuatu. Memperoleh gelar di luar negeri ternyata tidak serta merta membuat mereka yakin dan berjalan tegak dengan dagu terangkat bahwa mereka tahu segala sesuatu. Mereka adalah pribadi-pribadi yang justru rendah hati karena semakin mengetahui kelemahan dan kekuarangannya.
Di sisi lain, percakapan saya di suatu siang dengan seorang lulusan luar negeri mengisyaratkan betapa pentingnya pendidikan. Alih-alih menerapkan segala kelebihan yang ada di luar negeri di Indonesia, orang ini berpikir mendidik bangsa adalah yang terpenting. Mencangkok teknologi dan sistem di luar negeri tidaklah sulit, tetapi menciptakan kondisi yang kondusif untuk berkembangnya sistem ini yang tidak mudah. Inilah peran pendidikan yang sesungguhnya, katanya. Saya mengerti dan setuju.
Pertanyaan selanjutnya: apakah pendidikan formal yang tinggi menjamin keadaan yang lebih baik? Ternyata tidak serta merta demikian. Kerusakan parah yang terjadi di dunia justru disebabkan oleh orang-orang pintar yang sekolahnya tinggi. Ini banyak contohnya. Lalu apa rahasia sebuah keberhasilan? Saya sendiri tidak akan sok tahu memberikan jawaban untuk pertanyaan besar seperti ini. Saya hanya ingat sebuah ucapan bijaksana yang mungkin juga sudah Anda tahu.
Data (data) diolah menjadi informasi (information) yang kemudian dipelajari sehingga menjadi pengetahuan (knowledge). Tiga hal penting ini menjadi mata rantai dalam pendidikan. Orang yang memiliki pengetahuan adalah salah satu hasil dari proses pendidikan. Orang menyebut mereka ‘pintar’. Namun begitu, berpengetahuan saja tidak cukup sebelum ada kesadaran untuk melaksanakan pengetahuan itu. Orang yang paham betul bahwa korupsi akan merusak negara tidak akan banyak gunanya kalau dia tidak memiliki kesadaran untuk tidak melakukan korupsi. Maka dari itu, mata rantai terakhir dari proses pendidikan adalah kebijaksanaan atau (wisdom). Data yang ada harus diolah menjadi informasi yang menjadi pengetahuan untuk kemudian mengejawantah dalam bentuk kebijaksanaan. Tentu saja kebijaksanaan yang paling nyata adalah tindakan.
Kalau Anda tanya saya, bagaimana caranya mencapai kebijaksanaan, saya pun tidak tahu, tetapi ijinkan saya mengutip sebuah pepatah China. “Salah satu cara untuk betah di rumah adalah dengan mencoba lebih lama tinggal di dalamnya.” Konon tidak ada rejeki yang jatuh dari langit dan benar memang kata Tuk Bayan Tula “Kalau nak pintar, belajar! Kalau nak berhasil, usaha! ” Maka dari itu, saya setuju dengan Thomas Jefferson, bahwa “the harder I work, the more luck I seem to have.” Selamat Hari Pendidikan Nasional.