Dunia maya


Terjebak di dunia maya
Terjebak di dunia maya

Banyak orang tua yang menyangkan kelakuan remaja saat ini yang konon terperangkap di dunia maya dan miskin sosialisasi. Sepuluh tahun yang lalu atau lebih, sangat mudah menjumpai orang-orang menunggu bis atau berbaris dalam antrian dan bercakap-cakap satu sama lain, meskipun belum saling mengenal. Kini pemandangan menunggu bis atau ngantri sama sekali berbeda. Orang-orang, terutama kaum muda, lebih asik menekan tombol-tombol HP mereka dan senyum-senyum sendiri saat mengirim/membaca sms atau chatting. Tubuh mereka memang ada di sini, tetapi tidak jiwanya, begitu kira-kira kalau dilukiskan secara puitis meniru Dewa 19.

Saat berjalan, jogging, atau naik sepeda, orang-orang juga lebih senang mendengarkan musik lewat IPOD. Maka dari itu, tidak heran kalau ada yang berkelakar bahwa IPOD bisa mengubah seorang remaja menjadi simpanse. Gaya mereka memang mirip simpanse, cuek, berjalan tanpa peduli lingkungan dan diam tidak bertegur sapa. Senyumpun tidak mudah ditebar. Meski hanya kelakar, deskripsi perilaku ini mungkin memang sudah sangat mirip dengan simpanse.

Pertanyaannya kemudian, salahkah itu? Seperti biasa, pertanyaan kritis begini tidak mudah untuk dijawab. Yang jelas, memang ada kecenderungan bahwa kaum muda menghujat generasi tua dan setelah tua akan menyalahkan generasi muda. Ini sudah bukan rahasia lagi. Banyak orang yang ketika muda kritis memprotes para penguasa yang notabene tua, namun tetap menjadi badut-badut kekuasaan ketika dia sudah tua dan sempat menjabat. Tidak sulit mencari contoh seperti ini di negeri bernama Indonesia.

Kembali ke persoalan tadi, pengertian dunia maya mungkin saja telah berubah. Dulu, dunia internet disebut sebagai dunia maya karena memang interaksi yang terjadi tidak senyata interaksi konvensional yang melibatkan kontak fisik. Selain itu, interaksi dengan internet atau telepon melalui sms memang awalnya tidak dominan di masyarakat. Wajar jika itu disebut sebagai dunia maya.

Namun begitu, perkembangan teknologi dan kecenderungan komunikasi berkisah lain. Bagi seorang web programmer, internet mungkin justru adalah dunia nyata karena sebagian besar waktunya ada di internet. Interaksi yang dilakukannya dengan orang lain sebagian besar melalui internet. Orang-orang seperti ini mungkin lebih menikmati diskusi soal pekerjaannya dengan orang-orang di belahan dunia lain melalui video chat dibandingkan ngobrol dengan tetangga RT saat ronda, misalnya. Kalaupun harus ngobrol di tempat ronda, itu karena kewajiban dan tidak lebih dari sekali dalam seminggu. Selama 6 malam lainnya, orang seperti ini akan tenggelam di internet. Selain itu, mereka bekerja dengan internet dan mendapatkan uang untuk keluarganya melalui internet. Sering terjadi, antara penyedia jasa dan penerima jasa tidak pernah bertemu fisik tetapi sudah sangat akrab lewat email atau chatting. Wajar saja kalau mereka menganggap internet adalah dunia nyata dan ronda yang sekali seminggu bisa jadi dunia maya bagi mereka.

Sudah hampir enam bulan ini, supervisor saya ada di Kanada dan kami tidak pernah bertemu secara fisik. Namun begitu, kami sudah menerbitkan 2 paper bersama dan satu lagi sedang dikerjakan. Kami diskusi lewat email dan bisa lebih dari 5 kali dalam sehari kalau sedang diperlukan. Perbedaan waktu yang cukup besar antara Australia dan Kanada tidak menghalangi semua itu. Jarak dan waktu tidak lagi menjadi kendala dalam interaksi kami. Bagi saya, dalam konsep interaksi guru-murid, internet justru adalah dunia nyata. Dalam hal serupa, saya juga membimbing skripsi mahasiswa (formal atau tidak) melalui email atau chatting. Internet sudah menjadi dunia nyata.

Jika ada orang tua yang mengeluh kalau anaknya kurang bersosialisasi, mungkin ada benarnya. Namun jangan salah, bisa saja anak ini memiliki 3700 teman melalui Facebook atau Friendster di seluruh dunia. Dengan teman-temannya di internet anak ini berinteraksi hampir setiap saat, bercerita tentang hal penting hingga tak penting. Tak ubahnya obrolan bersama tetangga atau orang asing yang baru ditemui di halte bus. Bedanya, interaksi dengan Facebook atau Friendster ini membuat seseorang bisa tahu apa yang sedang terjadi di belahan dunia lainnya. Dalam hitungan detik, seseorang yang tinggal di Wollongong, Australia bisa tahu kalau temannya sedang masak tahu goreng (dan gosong) di Oslo, Norwegia, hanya dengah melihat status Facebooknya.

Tanpa bermaksud menyalahkan orang yang lebih gemar bercakap-cakap dengan tetangga di kampung, definisi tentang hidup bertetangga, ramah tamah, sosialisasi dan sejenisnya mungkin perlu didefinisikan ulang. Kalau mendapatkan jodoh lewat chatting kini sudah bisa disebut cara tradisional, maka berjejaring di dunia maya lewat Facebook atau Friendster, mungkin harus masuk dalam kriteria seberapa supel dan ramah seseorang dalam mejalani hidupnya. Mungkin!

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

7 thoughts on “Dunia maya”

  1. Salam Kenal, sebelumnya perkenalkan nama saya Mala, saya perwakilan dari Rumah Aqiqah. Saya ingin membantu sahabat jika ingin berbagi dengan sesama di tanah air. Kami telah melebarkan sayap di 17 kota di Indonesia sehingga dapat dengan mudah membantu para sahabat yang ingin berbagi untuk meningkatkan gizi masyarakat Indonesia dengan membagikan daging kambing.

    Situs resmi kami dapat dilihat di http://www.rumahaqiqah.org.
    add Messenger saya: mala15_fathiya@yahoo.com atau menghubungi line telepon +62 22 731 64 44, SMS Center +62 817 274 724
    Sukses selalu. Amin

    Terima kasih.

    -Mala-

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: