
Jangan terkejut membaca tulisan ini. Judulnya memang singkat dan kalau dibaca dengan suasana hati yang tak semestinya, bisa jadi terdengar seperti makian. Ini bukan makian, tulisan ini memang bercerita tentang seekor anjing.
Seorang kawan berkebangsaan Amerika memeliki seekor anjing putih. Bonnie, nama anjing tesebut, sangat sehat dan bersahabat. Bonnie menyambut saya dengan ramah setiap kali saya datang ke rumah kawan saya ini. Bulunya yang tebal, tubuhnya yang gemuk sehat dan kondisinya yang bersih menunjukkan betapa Bonnie memang terawat dengan baik. Pernah suatu kali ketika kawan saya mengantar saya dari tempatnya ke apartemen saya, Bonnie diajak. Kami melaju dalam mobil BMW kap terbuka berpenumpang tiga: kawan saya, saya sendiri dan Bonnie. ”She is a good girl”, demikian kawan saya ini selalu membanggakannya.
Bonnie ternyata bukan kelahiran Australia, melainkan Hongkong. Konon Bonnie dibawa dari Hongkong saat kawan saya menyelesaikan tugasnya di sana yang telah dilakukan selama tak kurang dari 12 tahun. Ini adalah bagian cerita yang menarik. Bonnie diterbangkan dengan pesawat yang ditumpangi kawan saya ini. Tak kurang dari 5000 dolar Australia dihabiskan untuk membawa Bonnie dari Hongkong ke Australia. Saat mencoba mengkonversinya ke Rupiah, saya tercengang. Bisa dibayangkan, untuk pulang ke Indonesia PP, saya hanya menghabiskan tidak lebih dari 1400 dolar Australia. Bonnie menghabiskan dana jauh lebih besar dari manusia ketika bepergian pada jarak yang sama. Tentu saja demikian karena perjalanannya akan melibatkan karantina, kandang yang khusus, pemberian obat penenang, oksigen dan pengecekan rutin selama perjalanan. Singkat cerita, seekor anjing bisa menghabiskan sangat banyak uang.
Seorang kawan lain yang sudah lama tinggal di Sydney punya cerita berbeda. Anjingnya harus dioperasi karena kerongkongannya tersedak tulang. Kawan ini melakukan kesalahan, memberi tulang matang (sudah dimasak) kepada anjingnya. Seharusnya, menurut kawan ini, anjing diberi tulang mentah. Ketika digigit, tulang matang itu retak dan tersangkut di kerongkongannya. Operasinya menghabiskan dana 7000 dolar Australia. Jangan coba konversi ke rupiah, Anda mungkin tidak percaya.
Ketika Barack Obama, Presiden Amerika terpilih, melakukan koperensi pers, ada satu pertanyaan penting dari wartawan yang dibahas serius oleh Obama. Pertanyaan itu seputar anjing yang akan dimiliki Sasha dan Malia, anak-anak Obama yang sebentar lagi akan berkantor di Gedung Putih, Washington. Setengah berkelakar Obama mengatakan bahwa anjing menjadi salah satu prioritas dan merupakan program mendesak. Dia juga memaparkan kriteria yang diperlukan untuk anjing yang kelak akan menemani putri-putrinya di Gedung Putih. Konperensi pers ini disaksikan miliaran orang di seluruh dunia, dan anjing menjadi topik yang penting.
Seberapa pentingkah anjing bagi dua kawan saya di Australia dan bagi Gedung Putih? Percaya atau tidak mereka pastilah menggapnya sangat penting. Ketika berdiskusi dengan kawan lain, seorang mahasiswa S3 di Fakultas Hukum di University of Wollongong, dia mengatakan ”Well, I cannot stop your friend from spending his own money, but I will still crticise him on how he spent his money. Five thousand dollars may be enough for one village living a month somewhere in Africa” Demikianlah, selalu ada reaksi berbeda untuk hal yang sama.
Kalau ditanyakan kepada mereka yang berpandangan lain, bisa jadi mereka menjawab “semuanya karena cinta.” Cinta kepada makhluk Tuhan, tanpa memperhatikan spesies, memang bisa membuat orang menghabiskan banyak uang atau setidaknya mewarnai aktivitas dan kebijakannya sehari-hari. Apakah kawan saya ini memang lebih baik menghabiskan uangnya untuk apa yang mereka namakan cinta kepada anjing, atau sebaiknya memberikan uang itu kepada sekelompok orang kelaparan di Afrika, saya tidak sedang ada dalam posisi memutuskan. Apa yang akan Anda lakukan jika dihadapkan pada pilihan seperti itu?
Anjing yang sangat luchu
iya kadang orang bule memang berlebihan……….dramatis…….tapi itu semua karna mereka punya uang ….coba pikir kalo mereka gak punya uang …jangankan urus anjing ….urus diri sendiri aja pontang panting. he he he he .tapi bagus juga karna itu hsail dari kerja keras mereka jadi mereka bisa habiskan banyak uang untuk anjing2 mereka…..btw …..mungkin mereka juga sudah bantu banyak orang miskin ….so ….nothing
kayaknya ga relevan deh…
jika makhluk sudah menjadi bagian dari keluarga maka makhluk itu istimewa bagi seseorang.. jika anjing yg disayangi mau mati.. apa yg punya juga diem aja? (yah emg nasib yg ‘sekedar binatang’ itu pasti bgitu bagi sebagian orang)
pembicaraan yg kamu angkat sangat ga relevan..
jika kau mempermasalahkan tentang sumbangan justru ga ad sangkut pautnya.. setiap tindakan ada tujuannya / ada cerita dibaliknya.. kalo semua dipikir “abis duit mending begini…” ya emang ga ada salahnya soalnya anda memandangnya mengobati binatang itu buang-buang uang..
mungkin karena anda sudah memandang bahwa anjing/ kucing/ dll adalah sekedar binatang..
saya jd tertarik untuk meningglkan sedikit komentar, ini memang sebuah urusan personal yg menurut saya mengandung rasa tanggungjawab…blom lama ini ibu saya dr desa ikut saya ke sebuah kota untuk tinggal beberapa hari, ternyata beliau gak krasan, meski semua kebutuhan dipenuhi…ternyata dibalik itu, beliau memikirkan ayam2 nya yg ada dikampung..meskipun sempt saya sindir, kalau ayam2 nya lbh diperhatikan drpd anaknya…beliau mjawab, kl anakku udah bisa cr mkn sendiri…ayamku tidak makan kl tidak dikasih makan…hik..hik…rasa tanggungjawab penuh krn memutuskan memelihara ayam, itulah yg mungkin bisa saya simpulkan dr sikap ibu saya…trimakasih
Fenomena yang manarik sekali… Thanks ya Isme..