
Sudah cukup lama saya percaya bahwa keberuntungan adalah perpaduan antara kesempatan dan kemampuan, seperti pernah diingatkan oleh seorang kawan. Dalam setiap percakapan dengan banyak kawan, saya pun menyampaikan keyakinan ini berulang kali. Entahlah ini benar atau tidak, sampai kini saya masih meyakininya. Posting saya kali ini terkait dengan apa yang saya maksud dengan keberuntungan.
Bekerja paruh waktu adalah hal biasa yang dilakukan mahasiswa Indonesia ketika berlajar di luar negeri. Alasan klasiknya adalah mencari pengalaman dan mengisi waktu, walaupun alasan sesungguhnya adalah mengisi rekening. Mengapa rekening perlu diisi? Karena ketika nanti pulang ke Indonesia, belum tentu pekerjaan yang digeluti bisa membuat hidup terbebas secara finansial. Alasan pragmatis: hidup layak secara ekonomi.
Saya mengirimkan sebuah SMS pada tanggal 11 September 2008 kepada seseorang yang menaruh iklan di internet tentang kebutuhannya akan tutor database menggunakan Microsof Access. SMS saya menyatakan bahwa saya bersedia mencoba pekerjaan itu. Sekian lama tidak ada tanggapan, saya pun melupakannya. Tanpa diduga, tanggal 29 September 2008 ada tanggapan. Seorang perempuan menelpon saya. “Are you familiar with complex database?” katanya dalam sebuah kalimatnya. Saya sesungguhnya agak gentar karena sudah cukup lama tidak bermain-main dengan Ms. Access. Meski demikian, saya tidak menunjukkan kegentaran saya dan berucap “No problem. At least we can see what you have and I will decide yes or no.” Dia berjanji akan menghubungi saya lagi.
Besoknya, tidak ada telepon dari perempuan ini. Diam-diam saya merasa tenang karena urusan mempertaruhkan kemampuan teknis database saya nampaknya sudah berlalu. Saya kira dia tidak teryakinkan dengan kalimat-kalimat saya kemarin.
Tanggal 7 Oktober 2008 malam, tiba-tiba orang yang sama menelpon kembali. Besok kami akan bertemu untuk membicarakan dan bila perlu memulai tutorial. Saya sudah kehilangan gairah, termasuk juga kehilangan kekhawatiran. Tidak ada salahnya ketemu. Kalau memang tidak cocok (alias saya tidak bisa) toh bisa mengatakan tidak.
Tanggal 8 Oktober 2008 kami bertemu di depan Wollongong Hospital, saya dijemput dengan mobil warna hijau. Tanpa basa-basi Jacky, demikian namnya, mempersilahkan saya masuk mobil dan kamipun meluncur ke rumahnya di daerah Dapto (seperti nama Jawa, tapi ini bukan di Jawa lo). Di jalan, tidak banyak kesempatan saya untuk mengeksplor lebih jauh apa yang sebenarnya akan saya ajarkan ke dia. Dia banyak bicara dan saya menanggapi dengan hangat. Perempuan ini sudah memiliki putri 18 tahun dan akan memulai mengoperasikan perusahaannya dalam waktu dekat. Saat ini dia bersekoalh di TAFE dan kesulitan dengan tugas-tugas dari kampus. Untuk itulah saya dibutuhkannya.
Rumahnya bagus, luas dan asri. Beberapa pernak pernik di rumahnya jelas berasal dari Bali. Percakapan menjadi lebih hangat begitu saya bilang dari Bali. Dia menyalakan komputer dan menyerahkan TOR tugasnya dari kampus. Tidak banyak yang diucapkannya, hanya satu dua kalimat yang sepertinya menganggap saya sudah paham persoalannya. Sejujurnya, tidak cepat saya tangkap apa maksudnya. Memang tidak mudah memahami duduk perkara suatau masalah ketika kita disuguhi file database setengah jadi di Ms. Access dg tabel dan form yang sudah ada. Lebih parah lagi, Jacky langsung menukik pada masalahnya tanpa menjelaskan dari awal apa yang sedang dikerjakannya. Saya memasang muka tenang, sok cool dan tidak gentar, padahal dalam hati bergemuruh.
Untunglan Jacky meninggalkan saya di depan komputer untuk beberapa saat. Saya pun mulai belajar duduk perkaranya. Sambil membaca petunjuk tugas, saya membiasakan diri dengan Ms. Access yang sudah lama saya tinggalkan. Jacky rupanya sedang diminta membangun database tentang Timeshare yang kini sedang populer di berbagai negara.
Mulailah saya tenggelam dalam tabel, field, relashionship, ID, primary key, common identifiers, header, details, form, duplication, redundancy dan sejenisnya. Pikiran saya melayang ke akhir dekade ’90-an saat mengikuti kuliah database dari Pak Walji. Saya berpikir tentang normalisasi, one to many, many to many dan semuanya. Masih jelas juga dalam ingatan saya diskusi dengan Pak Rochmad saat menyelesaikan skripsi. Semua istilah muncul kembali: first level design, secondary level design dan sejenisnya. Setengah jam kemudian Jacky datang. Saya berhasil memberikan sesuatu kepadanya, dia nampak happy. “How should I pay you?” tanyanya. Ini merupakan bagian yang tak mudah diputuskan. Tanpa banyak bernegosiasi kami bersepakat untuk harga AUD 40 per jam, not bad at all.
Jacky tidak menerima dengan gampang penjelasan saya. Dia berargumentasi, bertanya dan mempertahankan pendapatnya, termasuk menyampaikan dengan tegas keyakinannya. Kini, bukan lagi kemampuan teknis yang saya perlukan, tetapi kemampuan meyakinkan. Interpersonal skill, soft skill menjadi penting. Matanya nanar ketika kami sampai pada titik percapakan penting dan dia menjentikkan jarinya. “Yes, now I completely understand this thing!” Saya lega. “Andi is a great guy!” katanya di telepon ketika suaminya menghubunginya. Saya tersenyum dalam hati dan merasakan dada mau pecah. Dua jam berlalu, saya diantar ke kampus untuk melakukan kewajiban riset. Dia menyerahkan AUD 80 sambil menurunkan saya di gerbang kampus seraya mengingatkan saya untuk bersiap-siap hari Jumat jam 9 pagi. Beberapa jam tutorial akan kami lakukan hari Jumat nanti.
Inikah yang namanya keberuntungan? Betul sekali, kalau Anda setuju dengan saya bahwa keberuntungan adalah perkawinan antara kesempatan dengan kemampuan.
Mudah mudahan keberuntungan selalu menyertai perjalanan Pak Andi dimanapun berada.
Suksma Bli Gede 🙂 Ty doakan semoga Bli Gede juga polih swecan Hyang Parama Kawi.
Mas, novi mw dikit crita ni mngkin agak panjang ntar…gpp ya..he..he… 1 minggu yang lalu novi ketemu ma seorang mahasiswa iran yang kul di satra amerika ugm. Novi terlibat sebuah pembicaraan ma dia, namanya Lailla. Setelah selesai program master di ugm dia mw lanjut S3 nya di amerika. entah knp dia pgn bgt belajar bahsa perancis ma novi. dia bahkan dah nyiapin bayaran ke novi. Tapi novi belum mengiyakan tawaran itu. Sumpah deg2an jga ya mas… Diminta ngajar bahasa perancis pake bahasa pengantar bahasa inggris. Sejak memperdalam bahasa perancis, bahasa inggris novi BERANTAKAN!!!!! Setelah novi baca blog mas ni, novi jd punya sedikit inspirasi. Klo qta ga mencoba gmn kita bisa tw kemampuan kita… walaupun agak takut2 gmn gt…he…he.. thnx tuk pencerahannya…tapi menurut mas gmn???
===
Novi, mengutip kalimat Obama.. Yes we can 🙂
sungguh menginspirasi, kebetulan saya juga mendapat kejadian yang mirip, walau dengan eskalasi permasalahan yang berbeda. dan jika pak andi mampu dengan cool menyikapinya. maka saya perlu untuk meniru. thanks buat tulisan yang inspiratif ini.
===
Sama-sama… selamat berjuang..
Salam kenal, Saya hesty dari jogja. Ada yang ingin saya tanyakan tentang Living in Wollongong. Bolehkah korespodensi via email? Oya, saya bidan dan saat ini mengajar di Politeknik Kesehatan Yogyakarta. terima kasih banyak atas kesempatannya. Salam-Hesty
Selamat pagi Pak Andi, semoga Bapak dan keluarga sehat selalu. Pagi ini saya sedang baca-baca blog bapak. Saya tekuni satu persatu judul karena memang sangat menarik dan tidak bikin bosan. Saya juga baca komentar orang orang mengenai tulisan bapak. Saat saya ingin berkomentar, ungkapan hati saya sudah disampaikan oleh yang lain.akhirnya saya urungkan. Sampai saya menemukan komen dari mbak hesti diatas ini…singkat kata bolehkan saya minta alamat email beliau pak? Saya merasa ‘senasib’. Sama- sama bidan dan menjadi pengajar kebidanan. Sepertinya beliau ( mbak hesty) adalah orang yang sedang/ sudah belajar di wollongong. Semoga silaturahmi sya dan beliau dapat terjalin dan memberikan ‘jalan pencerahan’ untuk dapat study di wollongong. Demikian pak Andi….
Terimakasih…