Ketika musim dingin tiba


Winter sesungguhnya belum lagi mulai. Barbara, seorang guru di kelasku bahkan mengatakan, “it is very hot today, isn’t it?” Dia tidak berkelakar karena dia berasal dari Skotlandia, tempat yang sangat dingin. Namun begitu, tidak demikian adanya untuk kami yang mayoritas dari Asia Pasifik. Kecuali Aero, Charlie, Fang dan Shane yang dari China, semuanya dengan setia berjaket tebal di kelas. Aero bahkan becanda, ”I am wearing my spring cloths during winter here!

Meski sudah pernah tinggal di Australia beberapa lama dan sempat menikmati dramatisnya musim salju di New York, winter bagiku tetaplah winter. Dinginnya tak terampunkan. Pagi setelah mandi kukayuh sepeda di Robson Road yang berbukit. Tidak hanya angin yang menjadikan semuanya lebih tragis, hujan bahkan turun tak memberi ampun, menandai datangnya musim baru. Sudah menjadi kebiasaan, datangnya winter akan ditandai dengan hujan hampir setiap hari. Minggu lalu bahkan tidak ada hari tanpa hujan. Bagiku yang bersepeda ke kampus, cuaca seperti tidaklah bersabahat.

Pernah sekali waktu kuputuskan untuk tidak bersepeda karena hujan sangat deras. Aku berjalan menyusuri Mt. Keira Road di depan rumah menuju bus stop terdekat yang hanya sekitar 50 meter. Jalanan lengang khas Wollongong dan tambah lengang karena hujan mengguyur bumi seperti tak memberi ampun. Di bawah payung hitam [kok jadi seperti lagu tahun 80’an ya?] aku menggendong ransel berisi laptop. Aku berdiri tak sabar menunggu bus yang seharusnya datang jam 8.30 pagi. Waktu seakan berjalan seperti keong, sangat lambat. Jam 8.30 aku sudah di jalan dan tidak nampak ada tanda-tanda bus akan lewat. Aku mulai ragu-ragu, adakah aku ketinggalan bus? Ketinggalan bus di Wollongong adalah kisah menyedihkan karena bus datang setiap 1 jam sekali. Sekali tertinggal, bersiaplah mendapatkan ‘gantinya’ enampuluh menit kemudian. Kalau sedang terang, bukalah laptop dan bikin satu cerita untuk blog atau selesaikan assignment yang akan due minggu depan. Atau lanjutkan membaca buku manajemen diri yang dihadiahkan orang tercinta pada ulang tahun Anda terdahulu. Kalau tidak ada buku, baru, baca saja Laskar Pelangi untuk keempat kalinya.

Aku benar-benar ketinggalan bus, atau bus-nya tidak datang? Dalam cuaca buruk seperti ini, bus bisa dengan mudah tidak tepat waktu. Setelah terbiasa dengan jadual yang tepat, menghadapi kenyataan ini tidaklah mudah. Rumput yang aku injak kian nyata basahnya, tetesan air dari pepohonan tepi jalan menegaskan hujan tak akan menyerah, setidaknya tidak untuk setengah jam ke depan. Tidak ada tanda-tanda berhenti. Payung hitam kecil kian lama kian tak kuasa melindungiku, perlahan namun pasti jaket yang kupakai basah oleh percikan air. Tas ransel laptop pun mulai dialiri air. Aku khawatir laptopku. Untunglah Asti sudah memberikan plastik untuk membungkus laptop sebelum berangkat. Celakanya, aku menunggu bus di halte yang tidak ada kanopinya, aku kehujanan.
Waktu berjalan, kelas tidak akan dibatalkan karena hujan, aku tahu itu. Akhirnya bus yang kutunggu datang juga. Aku mengHambur masuk menyerahkan $1,50 untuk tarif bus konsesi ke kampus. Sambil menunjukkan kartu mahasiswa yang ada logo konsesinya, aku berucap ”uni please!” Sopir bus tersenyum dan menyapa ”Hi, how’s it goin’?” sambil menekan tombol tiket untukku. “What a nice weather!” kataku berkelakar dan disambut tawa sang sopir tua.

Sampai di kampus, hot chocolate adalah yang pertama kucari. Hot chocolate atau hot coffee menjadi menu andalan mahasiswa di musim dingin seperti ini. Setelah mendapatkan satu small hot chocolate aku bergegas menuju kelas. Orang-orang nampak sibuk, semua berjalan dengan cepat karena dingin dan juga gerimis masih terasa. Wajah para mahasiswa nampak kaku dan tidak peduli. Dalam musim winter, mereka seperti tidak suka menyapa dan tidak suka tersenyum.

Dengan segelas hot chocolate aku memasuki ruang kuliah. Ini pelajaran Bahasa Inggris. Percaya atau tidak, aku harus berada di kelas ini dan mengikutinya. Samar kuperhatikan gerimis di luar jendela masih berlangsung. Tetesan air dari pohon cemara, walaupun tidak sederas di jalan tadi, tetap konstan menemaniku yang sedang berjuang. Perjuangan yang menantang. Ini adalah kisah lain perjalanan seorang pencari ilmu.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

5 thoughts on “Ketika musim dingin tiba”

  1. Saya bisa ngebayangin..wkt spring di Eropa kalo masih dibawah 10 derajat Celcius pasti bawaannya senewen ama suami..kasian dia jadi korban kesenewenan saya gara2 dingin yg menggigit..nunggu lampu merah aja berasa lama bgt..

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: