Beda Generasi


Genjo terhempas dalam duduknya yang dalam dan letih. Seharian menunaikan dharwa mulia sebagai penyelamat dan penunjuk jalan bagi generasi baru yang sedang berburu masa depan. Genjo sumringah sejak pagi tadi karena hutang budinya terasa terbalas kini. Dua belas tahun lalu, Genjo adalah generasi baru. Gelap sepertinya alam ketika itu saat Genjo memasuki altar suci perguruan termasyur tempatnya berdharma saat ini. Adalah seorang abang yang menjadi penyelamatnya ketika itu, tidak akan pernah dilupakannya. Kini kesempatan membalas budi itu datang juga, tentu saja tidak kepada sang abang tetapi kepada adik dari generasi yang jauh di depan. Pay Forward, begitulah memang sebaiknya perjalanan kebaikan itu. Genjo membayar ke depan, bukan ke belakang.

Generasi baru ini seorang muda yang bahkan untuk tersenyum pun masih harus belajar. Tidak ada sesungguhnya rasa angkuh pada sikapnya walaupun sesekali terasa begitu kuat. Tak ada bibit durhaka pada pikirannya walaupun sesekali mengemuka. Itu bukan durhaka, tapi kecanggungan dan ketakutan yang menjelma menjadi keanehan sikap. Dia adalah anak kecil yang dilahirkan alam lebih dari satu dekade setelah kelahiran Genjo. Wajarlah jika nilai dan norma yang dianutnya berbeda. Ketakjubannya kadang justru menjelma menjadi keburukan laku yang tak menyenangkan jika dinikmati sendiri. Begitulah adik beda generasi ini menjalani hidup dengan cara yang berbeda. Tak bijak jika Genjo menuduhnya tak punya hati. Dia memang berbeda, itu saja.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: