Waktu memang seperti terbang. Time flies, kata orang bule untuk menggambarkan betapa seringnya kita terlena dan akhirnya tertinggal oleh waktu. Banyak pekerjaan yang tidak terselesaikan dan target tidak terpenuhi ketika kita mendapati waktu tidah tersisa lagi. Sejarah klasik ini berulang lagi dan lagi.
Ketika diri ini alpa tidak menikmati dan lalai menyimak waktu dengan seksama maka keterperanjatanlah yang dihadiahkannya. Keterperanjatan akan kenyataan bahwa waktu begitu sadis menggilas keluguan ataupun keculasan, semua sama tak diampuni. Tak peduli sang aku yang bijaksana atau berperangai pecundang, sang waktu tetap berlaku adil, seadil-adilnya. Hanya ada 24 kali pergantian jam setiap harinya, lain itu tidak ada. Maka begitulah ketika perayaan setengah dekade ini jatuh pada masanya, semua terasa tiba-tiba dan perhelatan besar sepertinya baru kemarin sore. Hari ini, lima tahun yang lalu, dua anak manusia mengikat janji.
Apakah yang istimewa dari peringatan? Bahasa klise-nya, peringatan adalah saat untuk berkontemplasi. Saat untuk melihat ke belakang, belajar dari perjalanan untuk menghindarkan diri terjerumus di lubang serupa. Itulah makna peringatan. Esensinya, sejarah perlu dicatat dan dibacakan kembali agar yang baik bertahan atau bertambah baik dan yang buruk tidak bereinkarnasi. Begitu pula dua anak manusia ini memaknai peringatan setengah dekade. Tetapi ketika yang diperingati adalah cinta, memperhatikan tata cara hidup, keberlangsungan rutinitas dan keterjaminan kesejahteraan lahir bukanlah puncak dari segalanya. Ada rasa yang harus diperhatikan yang tidak bisa diukur dengan skala numeris yang kaku dan berstandar. Yang membuatnya istimewa, rasa ini tidak saja harus diperhatikan, tetapi yang terpenting dia harus dijaga dan dijamin keberlangsungannya. Dari sekian hal yang menjadi energi, rasa inilah yang menjadi pemain utamanya. Rasa tidak boleh mati, itulah makna perayaan cinta.