Makan Malam


Di hari yang istimewa ini, Jogja hujan seperti hari-hari kemarin. Meski harus rela berbasah-basah walaupun sudah mengenakan jas hujan, saya tetap harus melaju. Ada janji makan malam istimewa dengan istri hari ini, untuk memperingati hari yang juga istimewa. Berdua kami melaju di atas Vega R kesayangan dengan masing-masing mengenakan jas hujan. Inilah bedanya ketika sudah bersuami istri dengan ketika pacaran. Waktu pacaran, lebih menyenangkan dengan satu jas hujan, perjalanan bisa lebih dinikmati. Tapi ini bukan cerita tentang jas hujan.
Hari ini kami sengaja memilih resto yang agak mewah, tidak seperti biasanya di warung tenda batagor di depan pom bensin Sagan, langganan kami sejak tahun 1997. Resto ini terlihat mewah, sebenarya tidak cocok dengan selera kami, tak juga cocok dengan kantong saya, itu yang pasti. Tapi begitulah naluri hidup yang kadang liar dan bisa saja sedikit lepas kendali.
Kami tidak ingin menuduh, tetapi sangat maklum kalau bapak tukang parkir terlihat sedikit ragu menerima kedatangan kami. Dua orang lusuh dan kuyup di balik jas hujan berhenti tepat di depan restoran mewah, wajar jika tukang parkirnya saja ragu-ragu. Tapi itu tentu tidak berlangsung lama karena saya segera membuka jas hujan dan tersenyum ramah kepadanya layaknya seorang eksekutif muda yang turun dari mobil mewah. Bedanya, saya tidak perlu melemparkan kunci Vega R saya kepadanya untuk diparkirkan.

Ketika memasuki ruangan resto, salah satu lagi dari GIGI sedang mengalun, lagu kesukaan saya dari album terbarunya. Restoran ini masih sepi, entahlah karena memang selalu sepi atau kebetulan saja restoran ini seperti menyiapkan dirinya khusus untuk kami berdua malam ini. Mbak pelayan datang dengan sigap menawarkan menu. Kamipun mulai milih. Sebelumnya saya memarkir jaket dan tas saya yang agak basah di kursi restoran. Mungkin sang pelayan berpikir, sejak kapan ada yang candle light dinner dengan jaket dan tas punggung? Memang ini terjadi sejak ada dosen muda berpenghasilan pas-pasan ingin merayakan ulang tahun pernikahan dengan cara yang sedikit berbeda.

Ketika menunggu hidangan saya berkelakar pada istri saya yang senyum-senyum simpul di depan saya. ”Tenang saja, tadi sudah menerima honor jaga ujian. Dua kali jaga ujian dan sekali rapat dosen, semuanya lima puluh ribu rupiah.” Kalaupun nombok, paling sedikit lagi. Besok ’kan nguji seminar skripsi, biasanya dapat honor tujuh puluh lima ribu.” Saya optimis, malam ini bisa makan mewah merayakan hari istimewa. Istri saya terderai tawanya, geli mendengar budgeting strategy saya yang tentu terdengar mengenaskan. Begitulah kami terbiasa menertawakan diri sendiri, tetap bangga dengan profesi dan pilihan hidup kami.

Cumi goreng mentega dan tahu dimasak istimewa datang bersama dua piring nasi. Sebelumnya telah datang jehe madu dan jeruk nipis hangat bersama kripik singkong ditemani acar mentimun kering. Semua terasa begitu istimewa, terutama karena saya sadar betul semua itu akan setara dengan honor 7 kali jaga ujian. Satu lentera dalam gelas berisi minyak datang dengan api yang terapung di permukaannya. Malam ini benar-benar candle light dinner yang istimewa.

Satu persatu lagu mengalun. Silih berganti penyanyi Indonesia mengumandangkan tembang terbaiknya dan GIGI tentu saja adalah faforit saya. Sebelumnya, sempat lagi diganti dengan musik barat yang terdengar jazzy, saya menolaknya. ”Lagu Indonesia saja mbak” saya mengajukan request. Bukan apa-apa, selera saya tidak tinggi, tidak begitu paham juga dengan makna lagu-lagunya, selain itu tidak memiliki kenangan dengan lagu-lagu tersebut. Lagu Indonesia lebih baik, walaupun tidak dengan semuanya memiliki kenangan, setidaknya saya mengerti apa yang diucapkan penyanyinya.

Hujan di luar masih mendera, malam semakin beranjak. Kami masih menikmati hidangan yang tidak pernah sepi dari percakapan dan kelakar berdua. Isinya seputar mengolok-olok diri sendiri dan juga tentang masa depan. Tentang karir masa depan, tentang rumah masa depan, tentang pendidikan anak di masa depan bahkan tentang mobil masa depan. Yang terakhir dibicarakan khusus dalam rangka mengundang tawa dan termotivasi oleh hujan yang mengguyur Jogja setiap sore.

Setelah hampir dua jam, kami menyelesaikan semuanya. Sebelum beranjak ke kasir saya meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja. Untuk tips, saya katakan ke istri saya dan disambar dengan kelakar. ”Wah sekali jaga ujian tuh!” katanya sambil tertawa.

”Seratus enam ribu rupiah, Mas” kata kasirnya. Benar dugaan saya, 7 kali jaga ujian. Harga ini tentu tidak semahal makan malam di Delegates Dinner Gedung PBB di New York bagi staff PBB yang katanya super murah. Tidak juga semahal harga makan malam berdua di Delicious, sebuah restoran China di Kingsford Sydney dengan paket termurahnya atau paket makan malam untuk sendiri di Novotel Bangkok. Meski begitu, karena ini di Jogja, harganya terasa mahal. Lagi-lagi karena ini setara dengan 7 kali jaga ujian. Saya senyum-senyum sendiri ketika menerima receipt dari kasir. Siapa suruh sok mewah? Saya mengingatkan diri sendiri di dalam hati.

Layaknya tamu kehormatan, seorang lelaki berpakaian batik mengantarkan kami menuju tempat parkir dengan payung. Tamu yang diantar berpayung seperti ini biasanya menuju ke parkir mobil tapi beda dengan kami. Dengan langkah tenang kami menuju kerumunan motor yang pucat pasi karena terguyur dinginnya hujan. Lelaki ini santun bukan buatan, dia menunggu kami mengenakan jas hujan dan pergi setelah kami tertutup sempurna dengan jas hujan yang sedikit melindungi diri dari derasnya air yang seperti ditumpahkan dari langit. Sebelum melaju istri saya berbisik ”Makasih ya Yah sudah membuat ibu merasa kaya malam ini” yang saya sambut dengan tawa tak tertahankan.

Kamipun melaju meninggalkan resto mewah itu, menerobos hujan yang seperti tak kan berhenti. Malam ini kami membuat sejarah kecil yang bagi orang lain mungkin tak kan berarti. Ada banyak cara menikmati hidup dan memetik pelajaran. Melakukan tidakan yang tak masuk akal, terutama tak masuk budget adalah salah satunya. Seperti layaknya acara TV dengan adegan berbahaya, kami ingin berpesan, don’t try this at home.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

2 thoughts on “Makan Malam”

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: