SEKOLAH KE LUAR LALU ENGGAN PULANG


Tahun 1996 saya meninggalkan Bali, merantau ke Jogja untuk sekolah di UGM. Saya sekolah dengan keringat orang tua yang tidak berpendidikan. Hingga kini saya tidak pulang ke Bali dan malah menetap di Jogja. Bapak ibu saya bahagia karena mereka memang tidak mensyaratkan saya untuk kembali ke Bali.

Seorang pemuda dari Tabanan memilih kuliah di Universitas Udayana di Denpasar. Cita-citanya menjadi dokter dan terkabul dalam waktu enam tahun. Dia memilih merantau ke Papua untuk mengabdikan ilmunya bagi masyarakat yang terkebelakang. Pemda Tabanan yang membiayai pendidikannya begitu bangga karena pemudanya mengabdi melampaui dermaga.

Seorang pemuda dari Sulawesi berhasil kuliah di Belanda dengan beasiswa dari Indonesia. Dia berjanji akan pulang dan mengabdi karena keberhasilannya didukung oleh keringat jutaan rakyat Indonesia. Selepas sekolah dia kembali ke Sulawesi untuk membalas budi. Apa daya, negeri tidak peduli, tidak didapatnya peran yang lama dinanti. Dia ternyata lupa mengasah diri untuk menciptakan sendiri pekerjaan yang mendamaikan hati.

Seorang perempuan dari Malang bergeges ke Jepang untuk merengkuh ilmu tentang kilang. Dilahapnya segala hal baru dan ditimbanya pengalaman sambil berlari menderu. Paripurna belajar, dihadapinya tawaran dari Negeri Sakura untuk mengajar. Dilema antara harus terbang atau tawaran yang dibuang sayang, dia memilih untuk tidak pulang. Tak ada uang yang hilang karena dia memang tak harus pulang. Kini dia menjadi jembatan bagi anak Nusantara untuk berguru ke Negeri Sakura.

Seorang penerima beasiswa negeri untuk sekolah di luar negeri memilih untuk tidak kembali. Dia bisa bilang, “mengabdi pada negeri bisa dari mana saja”. Tidak salah tapi dia mengingkari janji pada negeri. Dosanya mungkin bukan pada negeri tapi pada administrasi yang dengan sadar di diberinya janji. Lukanya mungkin bukan pada pertiwi tapi pada teman yang pernah gagal di lintasan perjuangan yang sama.

Agar tak ada dosa, negeri kita perlu menyediakan beasiswa bagi para cendikia untuk berguru di mancanegara dan tak diwajibkan pulang ke Nusantara. Kita dukung mereka yang cemerlang untuk menjadi makin gemilang. Selepas itu, berikan kepercayaan pada mereka untuk melanglang buana ke berbagai belahan dunia. Kibarkan merah putih di tengah lelah dan letih di puncak-puncak tertinggi peradaban dunia agar citra bangsa tak lagi tertindih.

Kelak di kemudian hari, bangsa kita membesar, pengaruh kita meluas. Perdebatan tak lagi hina soal pulang, tak pulang yang dinilai dari tumpukan administrasi. Perdebatannya akan meninggi pada peran-peran besar bagi peradaban. Kelak, ketika Nusantara turut menata dunia meski tanpa Sumpah Palapa.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: