Kalimat klise itu berbunyi “di balik lelaki sukses, ada perempuan yang hebat”. Kisah ini adalah versi keluarga kami. Keluarga yang normal. Keluarga yang sering bertengkar karena kunci hilang, remote tv lenyap atau sachet shampoo yang tergeletak di lantai kamar mandi. Keluarga yang bertengkar karena tak sepakat di mana harus parkir mobil saat ke mall. Namun kami punya cerita yang lain.
Ketika saya mendapat IP 1,2 di semester 5, Asti, tidak sama sekali menunjukkan kekecewaan. Tidak pernah mencibir, apalagi menghina. Di dirinya seakan hanya ada satu hal: kepercayaan. Bagi saya, ini dukungan.
Ketika saya galau memutuskan apakah akan menjalani mimpi untuk hidup jadi dosen atau tetap di Astra, Asti memberi saya ruang yang lebar untuk memilih. Kepercayaan dan keyakinan serta minimnya tuntutan darinya membuat saya dengan ringan memilih jadi dosen. Bagi saya, ini dukungan.
Ketika keluarga kecil kami ada di persimpangan jalan, apakah Asti akan ikut saya ke Australia atau meneruskan profesinya sebagai dokter, Asti mengambil keputusan bijaksana. Diserahkannya hidupnya untuk membuat saya yakin bahwa keputusan sekolah dan mengajak keluarga adalah yang terbaik. Dorongan ini yang meniadakan keraguan. Bagi saya, ini dukungan.
Maka ketika Asti memutuskan untuk pulang duluan ke Indonesia saat saya masih sekolah, saya membebaskannya. Saatnya dukungan itu saya berikan. Ketika Asti berjuang mengusahakan beasiswa, saya mendampinginya. Ketika sebagai dokter Asti memutuskan untuk berjarak dengan dunia klinis, saya menghormati keputusannya. Saatnya saya mendukung.
Hingga suatu ketika Asti merasakan kelelahan dan ketidaknyamanan bekerja di di balik meja di ruang kaca, saya memakluminya. Asti yang berhenti total bekerja di sektor formal mungkin adalah keputusan yang tidak lazim. Tidak demikian, bagi saya. Saya telah melihatnya berjuang, berkorban dan menjadi fondasi bagi perjalanan saya. Maka tak ada yang aneh apalagi sia-sia.
Asti adalah fondasi yang menjadi dasar penting bagi bangunan hidup saya. Untuk itu dia rela tertimbun tanah hingga tidak terlihat. Sirna dari pandangan mata orang-orang dan terhindar dari sorot lampu yang yang hingar bingar.
Di dalam kesunyian itu dia menjadi tiang penyangga keluarga sambil menikmati kerinduannya akan seni. Kini, dalam pilihan sunyinya, pola-pola keindahan lahir dari tangannya yang menyusun daun, ranting dan bunga di atas kain atau kulit.





Di dunia ecoprint, dia menenggelamkan dirinya dalam senda gurau alam yang tak pernah lelah menghadirkan kecemerlangan. Seperti juga Asti yang tak pernah lelah mendukung saya ketika hidup menuntut saya memainkan peran-peran tak lazim yang tak terduga.
Betul, di balik seorang lelaki yang nampak berkelebat-kelebat memainkan peran beraneka rupa, ada seorang perempuan yang bekerja dalam senyap. Perempuan itu menjaga jiwa sang lelaki yg sejatinya rapuh. Semoga dalam sunyi Asti tak merasa kesepian karena dia ditemani warna-warni alam yang kerap menjadi pelipur laranya.
Aamiin. Salut untuk Mbak Asti 👍🏼