Obrolan Geodet #2 Sebuah Pandangan dari Petronas Twin Tower


Saya memanggilnya Kris. Beliau adik kelas saya di Teknik Geodesi UGM yang kini berkantor di lantai 14 Gedung 2 Petronas Twin Tower di Kuala Lumpur. Kris sudah berkarya di Petronas sekitar delapan tahun.

Tadi malam saya ngobrol dengan Kristiawan lewat Zoom untuk mengetahui kisah perjalanan karirnya. Kris mengingatkan saya akan kisah lama, bagaimana Kris begitu gigih merawat majalah kami, Geodeta. Dari sini, banyak cerita hidupnya bermuasal.

Di tahun 2001 ketika saya masih kerja di Astra, Kris kontak saya. Dia sedang berkeliling Jakarta untuk menghubungi alumni dan berbagai pihak lain untuk mencari berita. Singkatnya, Kris mau menghidupkan kembali Geodeta yang waktu itu sempat ‘istirahat’ dan hampir sekarat.

Kris menegaskan, perjalanannya itulah yang kemudian mempertemukannya dengan banyak alumni. Dia memahami dengan baik arti jejaring, arti pertemananan. Itu pula yang membuatnya segera mendapat pekerjaan tidak lama setelah lulus di akhir tahun 2003. Di masa itu, bisa lulus dalam waktu 4 tahun adalah pencapaian tersendiri.

Kris adalah orang yang tahu apa yang dia mau. Itu kesan yang saya tangkap. Maka dari itu dia dengan tegas memilih lulus lebih cepat, tidak mengutamakan lulus dg nilai super tinggi. Dia merasa momen yang tepat perlu diperjuangkan dan jangan sampai terlewat begitu saja. Prinsip yang sama juga membuatnya pernah menolak sebuah perusahaan di Singapura dan memilih perusahaan Indonesia. Semata-mata karena Kris tahu apa yang diinginkannya di masa depan.

Kini Kris berkantor di Petronas Twin Tower di Kuala Lumpur dan tinggal bersama keluarga di negeri Jiran. Semua itu menjadi pelabuhannya setelah beberapa kali pindah perusahaan. Kris dengan tegas mengatakan, jika kita lakukan yang terbaik maka kepercayaan akan terbangun. Itulah yang akan menghadirkan kesempatan baru. Di titik itu kita bisa memilih untuk melompat lebih tinggi.

Geodesi-Geomatika memberi kita kesempatan untuk memahami banyak hal dengan perspektif yang luas. Kris meyakini hal ini dan itu membantunya menjadi seseorang yang bisa beradaptasi di berbagai sisi. Pengalamannya dalam organisasi saat mahasiswa membekalinya dengan banyak hal. Semua itu menyempurnakan kecakapan teknis yang diperolehnya di ruang-ruang kelas dan lab ketika kuliah.

Pesannya, menjadi seorang geodet berarti juga peduli pada disiplin lain. Saya bayangkan, Kris mengajak kita semua seperti satelit penginderaan jauh atau drone yang melintas di langit. Dengan begitu kita bisa melihat banyak hal sekaligus, memiliki kemampuan memahami relasi antara satu hal dengan perihal lainnya. Pemahaman komprehensif itu yang akan membuat seorang geodet menjadi pemimpin di lingkungannya.

Makasih Kris, pembicaraan di Zoom terasa seperti obrolan di sebuah sudut di Menara Kembar Petronas sambil memandang geliat negeri Jiran. Tak perlu segelas kopi karena kehangatan kelakar bisa hadir dari secangkir persahabatan.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

One thought on “Obrolan Geodet #2 Sebuah Pandangan dari Petronas Twin Tower”

  1. Wah rupanya dimas Kris penerus Geodeta yg hampir sekarat .. Geodeta mulai dengan edisi pertamanya di tahun 1976, saya sbg PU dan bung Harmen Batubara sbg Pemred. Salam sukses dan sehat selalu buat dimas Kris dan dimas Andi.

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: