Salah Jurusan?


Pertama kali bertemu dengan Mas Rangga Almahendra di UGM, saya sudah terkesan sekali dengan sikapnya. Sebagai orang yang sangat hebat, Mas Rangga begitu santun dalam tutur bahasa. Komunikasinya sangat baik, runtut dan diplomatis. Bagi yang belum tahu, Mas Rangga adalah orang di bali novel dan film “99 Cahaya di Langit Eropa“.

Okay, sebelum ada dugaan yang melebar ke mana-mana, saya jelaskan bahwa saya dan beliau tidak ada relasi kerja secara langsung. Beliau bukan atasan saya juga jadi tidak ada motivasi memuluskan karir pribadi dari posting ini. Kalapun ada, semoga saya dijadikan bintang utama di film beliau berikutnya haha.

Mas Rangga yang kini mengajar di FEB UGM ternyata adalah seorang insiyur Teknik Mesin lulusan ITB. Kok bisa? Itu juga yang jadi pertanyaan saya. Setelah bergaul dengan beliau akhirnya kalimat kelakar teman saya di masa lalu muncul lagi “ya bisa aja. Kalau nggak bisa ya belajar!”. Meskipun guyon, kini kalimat itu menemukan kebenarannya. Belajar adalah kuncinya. Saya yakin Mas Rangga melakukan itu dengan serius. Belajar.

Dunia memang tanpa sekat. Profesi juga demikian. Orang dengan latar belakang teknik mesin bisa menjadi pendidik di fakultas ekonomi. Saya bertemu orang keren di Australia yang menjadi ekonom kelas wahid dan ternyata lulusan teknik di Indonesia. Di sebuah lembaga think tank di Indonesia ada seorang insiyur yang fasih bicara soal politik. Orang lulusan sosial politik menjadi pendiri perusahaan teknologi terkemuka dunia. Dan banyak lagi.

Mas Menteri Nadiem pernah bilang “nggak ada hubungan, apa yang kita ambil di S1 dengan apa yang akan kita lakukan dalam hidup ”. Saya memaknai ini, terlalu sempit kalau hidup kita hanya didikte oleh program studi yang kita selesaikan dalam waktu empat tahun. Hidup jauh lebih luas dari itu maka bebaskanlah diri. Jargon #KampusMerdeka dan #MerdekaBelajar mendapatkan posisinya dalam konteks ini.

Mas Rangga ternyata juga berperan sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa ketika beliau S1 di ITB dulu. Saya kian teryakinkan bahwa kehidupan berorganisasi berkontribusi positif pada seseorang untuk berpikir lebih luas dan holistik. Sisi humanis, komunikasi dan negosiasi yang nampak sangat kuat pada diri Mas Rangga hari ini, saya yakin, dipengaruhi oleh kiprahnya di organisasi di masa muda.

Bagi saya, istilah yang tepat mungkin bukan “salah jurusan” atau “pindah jurusan”. Orang-orang seperti Mas Rangga berhasil meracik ilmu yang dipelajarinya dengan berbagai disiplin dengan lihai lalu dengan bijaksana menerapkannya pada bidang yang membutuhkan.

Sejatinya, tidak ada satu profesi pun yang berhasil menyelesaikan persoalannya tanpa menggabungkan berbagai disiplin. Hidup solutif bukanlah perkara kompetisi tapi kolaborasi. Seperti yang ditulsi Mas Rangga dalam salah satu komentarnya di IG saya, “Hidup itu bukan hanya tentang memilih arah atau jurusan, tapi tentang bagaimana kita meninggalkan jejak.” Saya sependapat.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: