Kenapa bisa masuk Mata Najwa?


Sejak video saya yang menjelaskan soal Laut Natuna menyebar, ada beberapa yang guyon “bentar lagi masuk Mata Najwa nih”. Ada juga yang mulai ngetag akun mendos Mata Najwa atau Najwa Shibab. Hal ini menguat seiring dengan mengalirnya permintaan untuk wawancara, termasuk Podcast UGM yang digagas oleh Humas UGM. Meski demikian, saya tetap tidak kontak Najwa soal ini. Ada keraguan, apa layak? Apa tepat?

Selasa tanggal 7 Januari 2020, Oki, sahabat saya di Kemenko Maritim, tiba-tiba mengirim pesan WA “mas.. nanti akan ada tim najwa kontak mas ya.. katanya mau bahas natuna”. Pesan itu datang mengejutkan dan tanpa babibu. Rupanya Oki dikontak Tim Mata Najwa dan merekomendasikan nama saya. Tentu saja saya merasa terhormat dan semangat. Saatnya berbagi ke khalayak yang lebih luas.

Mendapat sinyal dari Oki, saya kirim pesan WA ke Nana. Dia teman saya sejak satu dekade lebih. Kami sama-sama mendapat beasiswa Australian Leadership Awards dan Alison Sudradjat Awards untuk sekolah di Australia. Saya biasanya guyon kalau menceritakan hal ini “kalau Nana Cuma S2, saya S3”. Maklum hanya itu yang bisa sedikit dibanggakan kalau membandingkan diri dengan seorang Najwa Shihab hehe.

Saya kirim sebuah peta tentang Natuna dan insiden yang menjadi akar masalah kehebohan yang terjadi belakangan ini. Saya beri pesan “hiburan hari-hari ini”. Dalam beberapa detik, Nana menjawab “Andi. Panjang umur bgt. Baru dibahas di mata najwa” dan begitulah. Semua mengalir cepat dan lancar. Tim Mata Najwa kemudian kontak dan mengatur semuanya. Menariknya, beberapa menit setelah itu, Metro TV menghubungi untuk wawancara live dari Jogja di hari yang sama dengan Mata Najwa.

Hal pertama yang saya lakukan adalah berkabar ke Asti dan Lita lewat WA. Hal terpenting yang saya minta adalah agar kemeja batik ecoprint karya Asti disiapkan. Saya ingin menggunakan kemeja itu, sekaligus untuk memperkenalkannya ke khalayak banyak. Kapan lagi jadi endorser produk isteri sendiri dan tampil di Mata Najwa hehe. Maka terjadilah kehebohan. Pasalnya, bajunya belum dicuci dan besok harus dipakai. Asti tak kehilangan akal dan semuanya beres di Hari H.

Malam harinya, Gita, Tim Mata Najwa kontak saya untuk persiapan materi. Intinya dia menggali lebih jauh setelah membaca beberapa tulisan saya. Katanya dia sangat terbantu dengan penjelasan sederhana yang saya sampaikan di tulisan-tulisan di media sosial. Diskusi berlanjut besoknya. Saya akan terbang jam 13.45 dan dalam perjalanan saya ke bandara, tim Mata Najwa masih kontak saya. Intinya mereka tertarik dengan video saya yang menyebar. Mereka ingin mendapat video itu untuk ditayangkan di studio. Dalam perjalanan ke bandara saya diminta mengirimkan video resolusi tinggi.

Sampai di bandara saya kirimkan. Menariknya, dia meminta “versi bersih” tanpa ada wajah saya dan tanpa suara agar nanti bisa saya jelaskan langsung di studio. Video yang sudah jadi itu kurang pas untuk digunakan. Tim lain juga kontak saya, mengusulkan agar saya menggunakan tablet dan bisa mencoret-coret sesuatu dan nanti ditayangkan di layar besar. Mereka bertanya apakah ada peta yang bisa ditampilkan. Intinya diskusi sangat seru dan ada beberapa opsi bagi saya untuk menjelaskan situasi di laut sekitar Natuna. Saya paham, peran saya di Mata Najwa ini adalah untuk menjelaskan duduk perkaranya secara geospasial dan hukum. Ini peran yang saya suka. Dan memang tidak berharap dapat peran berdebat seperti khas Mata Najwa.

Saya kemudian usulkan, kenapa nggak langsung pakai power point saja, jadi saya menjelaskan sambil secara interaktif menggunakan tayangan. Tim kemudian menyetujui usulan itu dan mengusahakan segala sesuatunya. Sepertinya hal yang persis demikian belum pernah dilakukan sebelumnya tapi mereka nampak bergerak cepat menyiapkan. Sementara itu, saya mulai mikir untuk mengubah power point saya agar lebih jelas dan, terutama, tidak kepanjangan. Di bandara Jogja, saya mulai berkutat di laptop sambil menunggu boarding.

Tiba di Jakarta saya langsung dijemput dan diantar ke hotel. Beberapa menit kemudian diminta agar bisa ke studio lebih cepat karena perlu briefing yang agak serius dan teknis. Maklum, apa yang akan saya lakukan di studio memang bukan hal yang biasa mereka lakukan. Perlu persiapan dan gladi lebih serius. Saya pun segera mandi dan meluncur ke studio. Selama di Jakarta, ada satu mobil dan sopir untuk saya bisa bergerak dengan cepat.

Tiba di studio, saya menunggu Tim Mata Najwa yang masih rapat internal. Beberapa saat kemudian timnya datang dan memberi saya sebuah laptop yang akan saya pakai. Saya lalu mencoba dan menjelaskan yang saya mau lakukan. “Dua menit ya Mas” katanya mengejutkan saya. Waduh, kalau hanya dua menit, tentu sulit sekali bisa menjelaskan sengketa di Laut Natuna. Namun saya paham, memang waktu yang tersedia tidak banyak. “Siap” kata saya sambil mengingat bahwa saya adalah pemenang lomba presentasi 3 menit Falling Wals Lab 2018 hingga ke Berlin hehe. Kesombongan dalam hati kadang perlu untuk menjadikan tantangan terlihat kecil dan mudah dilewati.

Maka mulailah saya bekerja memotong banyak slide. Sebagai jalan keluar saya mengumpulkan banyak informasi berupa animasi dalam satu slide. Intinya menyederhanakan banyak hal dan mengatur urutan informasi. Itu tidak mudah dalam waktu singkat dan di bawah tekanan. Setelah merasa okay, saya latih di depan tim Mata Najwa agar mereka mengetahui aliran informasi yang akan saya sampaikan. Mereka merasa usulan saya bisa diterima. Saya merasa lega meskipun makin degdegan. Ketegangan di studio meningkat seiring berdatangannya pembicara yang kelas kakap semua.

Di tengah ketegangan itu, Nana datang ke ruangan. Dia menyapa semua pembicara. Kami berbasa basi sejenak. “Long time no see, ya Ndi. Terakhir di lesehan Jogja. Udah lama banget” katanya masih mengingat pertemuan terakhir kami. Memang sudah cukup lama. Sejujurnya, selalu salah fokus kalau ketemu Nana. Lebih cantik aslinya dibanding di TV hehe. OK fokus Andi, fokus! Sesaat kemudian saya sudah siap menunjukkan animasi saya ke Nana dan menjelaskan bagaimana saya nanti menyajikannya. “Tiga menit ya Ndi” katanya. Lumayan, dapat tambahan satu menit, saya pikir. Saya jongkok setengah bersimpuh di sebelah Nana yang duduk di kursi dan saya tekun menjelaskan. Dia menyimak dengan baik dan aktif bertanya ini itu. Proses berjalan lancar dan dia merasa puas dengan hasilnya. Saya jadi tenang.

IMG_1453Di situasi itulah saya manfaatkan keadaan. Saya bilang  “Na, ada titipan dari Asti, isteriku. Dia lagi suka bikin produk ecoprint, kaya bajuku ini. Tadi dia titip pashmina buat kamu”. “Oh ya, wah makasih banget” katanya antusias. Saya lalu menyerahkan titipan Asti berupa sebuah pashmina sutera ecoprint yang cantik sekali. Nana menerima dengan senang dan langsung memakainya. “Wah cocok banget sama rokku Ndi” katanya bersemangat. Maka sayapun foto dia dengan mengenakan pashmina itu. Mission accomplished! Setidaknya nanti saya bisa pulang ke rumah tanpa susah buka pintu hehe.

Ketika acara berlangsung, saya tidak duduk di meja utama Bersama Nana tapi di meja penonton. Tugas saya memang tidak untuk berdebat tetapi menjelaskan satu hal agar penonton mendapat pemahaman dasar yang baik. Saya duduk di deretan bangku paling depan dan dibekali laptop yang terhubung ke layar dengan kabel HDMI. Saya kemudian mencobanya dan segala sesuatunya nampak berfungsi dengan baik. Sebelum ini, saya juga sudah mencoba alatnya ketika persiapan tadi. Saya duduk tenang karena segmen saya agak jauh di belakang. Tadinya, saya diharapkan jadi semacam penutup dengan penjelasan yang agak komprehensif.

Saat acara berjalan, saya melihat kembali bahan presentasi saya. Tiba-tiba saya punya ide untuk menambahkan identitas, terutama institusi saya, Teknik Geodesi UGM. Saya memang sudah menggunakantemplate presentasi UGM tetapi saya ingin Teknik Geodesi muncul eksplisit. Maka mulailah saya menambahkan identitas itu di bagian bawah tayangan. Saya tulis “@madeandi – Teknik Geodesi, FT UGM”. Biasanya saya hanya menulis “Teknik Geodesi UGM” tanpa menyisipkan “FT”. Kali ini saya menulisnya dengan lengkap.

Di saat saya hampir menyelesaikan semua itu, tiba-tiba seorang anggota Tim Mata Najwa mendekati saya di kala rehat dengan wajah penuh harap. “Mas, rundown kita berubah. Mas akan segera tampil setelah ini  ya. Nggak jadi di belakang tapi setelah ini. Ready ya Mas?” Waduh, ini di luar dugaan tapi saya tidak punya pilihan lain kecuali mengatakan “siap” sambil mengangkat jempol. Dan waktupun berjalan, megukir guratan-guratan sejarah yang tersimpan di Mata Najwa.

Video lengkap penjelasan saya ada di bit.ly/MataAndi

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: