Saya tidak suka Drama Korea (drakor). Saya penyuka film barat dengan tema patriotisme. Saya menyukai dialog yang saya klaim ‘berkelas’. Drama Korea, menurut saya, tidak memenuhi syarat itu. Okay, sebelum Anda, para pecinta drakor, menghujat atau mendemo saya, mari saya kasih tahu sesuatu.
Saya tidak suka drakor dan saya minoritas di rumah. Lita jelas suka, Asti mengikuti jejak Lita dengan suka rela. Di saat liburan seperti ini, ketika keluarga besar ada di Jogja, status minoritas saya makin tegas. Semua orang suka drakor kecuali saya.
Saya ada di antara mereka semua, di ruang tengah, dengan suguhan drakor yang tak saya pahami. Saya ada di tengah histeria yang kadang berlebihan setiap kali ada adegan heroik, atau sekerdar pegangan tangan para tokohnya. Meski kadang geli, saya ada di antara mereka untuk menghormati pilihan yang berbeda. Meski terasa mengganggu dan bahkan bertentangan dengan selera saya akan film, drakor tetap bisa hidup bebas di ruang tengah keluarga kami.
Ketika TV dikuasai salama belasan jam untuk nonton drakor sementara saya sendiri sebenarnya bisa saja menghentikan semua itu dengan mudah untuk tujuan menonton program lain, toh tidak saya lakukan. Sebagai kepala keluarga, tugas saya yang lain adalah memastikan bahwa setiap orang di rumah bisa menikmati hobinya, meskipun itu bertengangan dengan hobi saya. Liburan adalah saat terbaik untuk memenuhi itu.
Sebagai orang yang tidak menikmati drakor, saya tetap mau berada di ruang tengah, menikmati hal-hal yang yang tidak saya pahami. Mengapa? Karena saya bertoleransi pada keluarga besar yang mencintai drakor. Hanya gara-gara saya berbeda kesenangan, bukan berarti saya harus menjauhkan diri dari kerumunan pencinta drakor. Hanya gara-gara saya yakin selera saya bagus dan pasti lebih keren dibandingkan selera anggota keluarga lainnya, bukan berarti saya boleh menghina atau melecehkan drakor. Hanya gara-gara saya merasa bahwa selera film saya lebih berfaedah dibandingkan anggota keluarga yang lain, bukan berarti saya boleh memaksa meraka agar beralih selera tontonan.
Yang paling penting, saya merasa nyaman ada ditengah perbedaan itu karena saya yakin dengan selera sendiri. Hanya gara-gara di ruang tengah sering dipertontonkan drakor, saya tidak akan pindah haluan menjadi pencinta drakor. Maka saya tidak perlu marah, tidak perlu menghentikan paksa, tidak juga perlu melarang mereka menonton drakor. Maka jika nanti gejala marah dan pelarangan itu muncul, mungkin itu pertanda saya mulai menyukai drakor dan khawatir akan menjadi ‘hamba’nya.
hehe,,,saya bisa aja suka kalau dibiasakan maka dari itu lebih baik tidak takut kecanduan.