Doa untuk Para Pejuang Ilmu


Untukmu aku berdoa.

Untukmu yang bangun di pagi buta di Negeri Formosa untuk menyiapkan sahur bahkan ketika kehidupan kota belum dimulai. Terima kasih untuk hidangan bagi keluarga kecilmu yang akan berpuasa enam belas jam lamanya, jauh dari suara bedug, jauh dari kumandang adzan yang kamu rindukan hingga ubun-ubun. Doaku untukmu yang trengginas meracik sahur dan melupakan sejenak setumpuk paper yang makin dibaca makin membuatmu bingung dan bertanya ‘apa yang aku lakukan di sini?”.

Untukmu yang masih di perpustakaan hingga jam setengah tiga pagi di Tanah Eropa karena penasaran akan sebuah coretan oleh pembimbingmu di manuskrip makalahmu. Jujurlah, kamu bahkan tidak paham bagian mana dari gagasanmu yang disanggah atau disalahkan. Maka ketika kamu bertahan di perpustakaan, kamu sesungguhnya tenggelam tanpa arah di lautan pustaka yang justru menyesatkan. Sudahlah, tidak usah berpura-pura lurus dan selalu tangkas. Kamu tidak sendiri. Meskipun ayah ibumu tak perlu dan tak akan pernah tahu, aku tahu kamu sebenarnya sedang dihinggapi penyakit lupa. Lupa caranya menyentuh tombol log out dari akun media sosialmu.

Untukmu di Negeri Kangguru yang keluar dari ruang professor dengan gontai setengah putus asa karena harapanmu tak bersambut. Kebingungan yang kaubawa ke ruangannya dengan harapan akan sirna atau setidaknya menipis, kini justru menebal dengan semena-mena. Doaku untuk ketabahan dan kekuatanmu mengelola segala komentar, pertanyaan dan ucapan-ucapan menyangsikan dari sang professor yang membuat waktumu bergerak lambat atau sering kali bahkan berhenti. Diam tak beranjak ke manapun.

Untuk seorang ibu muda yang selalu cekatan, berkelebat dari dapur ke kamar mandi lalu ke tempat jemuran sambil memastikan seorang balita yang berputar layaknya gasing di lantai apartemen yang tak begitu luas. Doaku untuk laptopmu yang bahkan tak pernah di-shut down dengan sempurna karena selalu berharap ada sedikit celah waktu untuk kembali ke tesis di antara tangis anak dan tawa yang tak mudah ditebak. Doaku untuk gegas langkahmu dari toko Asia sebelah rumah dan tangan halusmu yang menjinjing tas kain yang penuh sesak oleh beras, sayur dan beberapa bungkus Indomie. Doaku terutama untuk kelihaianmu memasak, meskipun itu adalah pelarian karena progress report-mu esok hari yang tak punya masa depan.

Untukmu yang mudah terganggu oleh suara air keran yang menetes di dapur ketika hendak menulis tesis. Atau kamu yang mudah menemukan debu yang mengotori meja belajar lalu tergoda untuk segera membersihkannya dan mengabaikan makalah yang menumpuk belum terbaca. Atau mereka yang tiba-tiba sensitif terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk dari jendela lalu menghabiskan waktu untuk mengatur posisi tirai dan mencampakkan koreksi bab 3 yang tak kunjung tuntas. Doaku untukmu atas semua hal-hal tak penting yang tiba-tiba menjadi alasan untuk menunda tugas utama.

Untuk seorang pemuda setengah matang yang tiba-tiba harus sekolah S3 di Negeri Paman Sam tanpa tahu bentuk masa depan. Kepadamu yang jomblo, yang memilih berpacaran dengan data, fakta, berita dan pustaka, aku berdoa. Semoga dilancarkan jalanmu yang sunyi dan kamu benci tapi diam-diam kamu cintai. Doaku untuk gelas dan sebilah sendok di meja belajarmu yang sudah berjamur sejak tiga minggu dan bungkus penganan kecil khas nusantara yang telah tandas di sebelahnya. Percayalah, merayu calon istri mungkin jauh panggang dari api tetapi ijazah S3 adalah modal utama meyakinkan calon mertua. Doaku untuk keyakinanmu bahwa kesendirianmu adalah pilihan, bukan nasib. Atau jikapun itu nasib, dia bukan takdir yang pasti bisa diubah.

Untukmu yang terbelalak oleh sebuah makalah yang tak sengaja kautemukan di Google Scholar karena tema dan isinya seperti hasil membaca pikiranmu dan mengisahkan eksperimenmu. Untukmu yang merasa kian bodoh sebodoh-bodohnya karena semua yang kamu lakukan ternyata sudah dilakukan orang lain. Doaku bagi kekuatanmu untuk tersenyum, meskipun getir, karena menyadari bahwa kesadaran akan kebodohan dan ketidakmampuan adalah syarat utama untuk bertumbuh.

Untuk seorang lelaki muda yang memulai harinya dengan menitipkan anak perempuannya di child care lalu bergegas ke laboratorium untuk bertapa. Untukmu yang selalu tersenyum melambaikan tangan setiap kali berpisah dengan putrimu di pintu sekolah, meski sedetik berikutnya kamu terombang-ambing di pusaran ketidakpastian yang akut dan membingungkan. Doaku untuk senyum yang kamu patut-patutkan, berjingkat berusaha keras, menjadi ayah penuh wibawa meski ketidakpastian finansial adalah keniscayaan.

Untukmu yang mampu memisahkan antara belajar dan bersenang-senang, antara bekerja dan bermain, antara dunia dan agama, dan antara menabung dan memberi penghargaan pada diri sendiri yang telah bekerja keras. Doaku untuk perjalanan ilmiahmu di lintas benua dan lintas peradaban yang nampak mentereng di media sosialmu. Doaku untuk kehadiranmu di pentas-pentas akademik bergengsi, yang awalnya tak lebih dari ajang menunjukkan keawamanmu, ketidakmampuanmu dan bahkan kebodohan diri yang ternyata jauh lebih dasyat dari pesona akun media sosialmu yang kerap memamerkan senyummu dan mekarnya tulip atau sakura.

Untukmu yang merasakan energi ketika giat berorganisasi atau saat mengaji kitab suci. Doaku untukmu. Untuk energi dan semangatmu yang meledak-ledak ketika mendiskusikan urusan bangsa, meski kadang mandul saat membahas metodologi dan dasar teori. Doaku untukmu.

Doaku untuk khusu’ sujudmu di pekatnya malam di Tanah Afrika saat mendoakan orang tua atau kekasih hatimu yang terpisah dimensi. Untuk setiap tetes air matamu yang kerap runtuh bersama kebingungan, kerinduan, atau bahkan sesal yang tak bisa diceritakan. Untuk setiap kepal tanganmu berbekal tekad untuk kembali pulang dan mengabdi pada tanah leluhur seraya menyangga Pancasila. Doaku untuk ketegaranmu. Untuk keyakinanmu seperti Einstein yang menikmati kebingungan sebagai pertanda sahihnya sebuah ritual pencarian. Untuk sebuah kesadaran mendalam bahwa pahitnya akar ilmu pengetahuan akan berujung indah pada bunganya lalu melahirkan manis pada buahnya.

PS. Tulisan ini diilhami pertemuan dan diskusi dengan mahasiswa Indonesia di Taiwan dengan warna-warni kisahnya. Saya dedikasikan untuk mahasiswa Indonesia yang sedang berjuang di mancanegara.

Bandara Taipei, 1 Juni 2018

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

8 thoughts on “Doa untuk Para Pejuang Ilmu”

  1. Selalu meninggalkan kenangan dlm sebuah pengalaman. Sehat selalu dan selalu berkarya agar menginspirasi Bli.
    Rahajeng Galungan lan Kuningan Bli.. 🙏🙏

  2. Aku membaca tulisan ini pada saat yang tidak lebih tepat dari saat ini. Saat semua cerita yang kau ungkap di atas sedikit banyak mengena pada diri ini. Seketika aku terinspirasi, termotivasi, dan berbenah hati. Terima kasih bli Andi atas do’a-do’a yg kau panjatkan melalui website ini. Semoga kesuksesan senantiasa kita dapati. Amiin.
    #SambilMenungguFeedbackSpv

  3. It’s awesome Pak Made. Saya jadi ingat beberapa film yang dibuat, yang mana cerita-cerita dari film tersebut terinsiparasi dari kisah-kisah pejuang mimpi yang berjuang mencari ilmu di negera orang untuk kembali ke tanah air dan membagun Indonesia yang lebih baik. Membaca tulisan ini, bagi kami yang saat ini masih menjadi Scholarship Hunters terhanyut dan masuk pada ruang-ruang waktu yang sudah di deskripskipsikan. It’s very inspiring pak.

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: