Dipeluk UGM


Wajahnya lesu. Matanya berkaca-kaca dan berusaha keras menahan tangis. Dari wajahnya nampak jelas dia sedih, bingung dan kecewa. Ada ketidakpastian yang menyembul dari pandangan matanya yang gamang. Anak itu adalah bimbingan akademik saya, dia datang mengadukan apa yang terjadi padanya.

Saya memanggilnya khusus karena beberapa waktu sebelumnya saya membaca status di Facebook-nya yang mengharu biru. Anak ini merasa nasib sedang tidak berpihak padanya karena urusan beasiswa dari pemerintah daerah yang tak jelas juntrungannya. Konon dia dinyatakan menerima beasiswa dari pemerintah daerah yang sampai kini belum diterimanya. Urusannya tidak saja dengannya secara pribadi tetapi juga dengan UGM sebagai tempat kuliahnya. Kesepakatannya adalah bahwa pemerintah daerah akan membayar uang kuliah anak ini langsung kepada UGM tetapi hal itu tidak pernah terjadi. Statusnya, anak ini nunggak uang kuliah kepada UGM karena pemerintah daerah yang tak menunaikan kewajiban.

Waktu berlalu cepat, dia sudah semester lima. Selama empat semester sebelumnya UGM sudah berbaik hati mengampuni tunggakan itu dan membiarkan dia tetap menuntut ilmu. Untuk kali kelima, tentu urusannya menjadi semakin rumit. Di satu sisi, saya paham UGM tentu harus menerapkan tertib administrasi keuangan. Di sisi lain, wajah anak ini begitu memelas dan dia adalah potret banyak generasi muda Indonesia yang memerlukan dukungan. Karena perihal administrasi, kewajiban cuti mengintainya dan mimpinya terancam pudar. Anak berpotensi dari daerah mungkin akan kandas mimpinya karena pemegang kuasa di daerah yang tak cakap.

Dia tertunduk lesu saat menceritakan itu. Saya segera menghubungi para punggawa UGM yang memegang kuasa. Saya paham, ini bukan soal kuasa tapi juga soal hukum dan ketertiban. Saya tidak menghubungi para punggawa itu untuk membebaskan anak itu dari kewajiban membayar uang kuliah. Perkaranya tidak sesederhana itu. Di mata hukum, urusannya adalah tentang dua lembaga yang saling berjanji lalu satu dari keduanya mengingkari. Ada ganjaran hukum yang menunggu. Saya menghubungi punggawa itu untuk berbagi kegelisahan.

Mereka orang-orang baik yang mudah berempati tapi mereka juga orang-orang yang tertib administrasi dan menjunjung tinggi payung hukum. Diskusi lewat WA menunjukkan betapa mereka juga terjepit dan tersudut. Meski demikian, selalu ada harapan. Berbagai diskusi itu memberi ruang-ruang baru untuk beragam kemungkinan. Saya juga paham, para punggawa itu berdiskusi sangat serius dan memikirkan kasus ini dengan sungguh-sungguh. Selepas berusaha menjalin komunikasi, saya menunggu. Saya ingatkan pada anak ini untuk bersabar dan yakin bahwa ada orang-orang baik di UGM yang sedang berjuang menjaga dan menghidupkan mimpinya.

Yogyakarta, 8 Agustus 2016
Saya membaca statusnya di Facebook yang dikaitkan ke akun saya. Perjuangannya berbuah baik. UGM mengambil langkah bijak, mengizinkannya untuk tetap belajar di UGM meskipun dengan uang kuliah yang masih bermasalah. Zelin, mahasiswa saya itu, bisa menjaga mimpinya karena dipeluk oleh UGM dan semangat orang-orang baik yang bernaung di bawah atapnya. Terima kasih UGM.

I Made Andi Arsana – T. Geodesi UGM

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

2 thoughts on “Dipeluk UGM”

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: