
Sahabat kami, Ketut Yudia Margawan, telah berpulang pada usia 33 tahun 3 hari. Ketut pergi meninggalkan seorang putra yang tampan dan seorang istri yang tabah, Ekarini. Ketut telah pergi setelah menderita kanker selama beberapa tahun terakhir. Tidak kurang usaha dari Ketut dan keluarga, ternyata Hyang Widhi berkehendak lain. Ketut telah diberik kesempatan lebih dulu untuk bertemu Sang Pencipta. Kami mendoakan moksa untuknya, manunggal dengan Sang Paramakawi.
Jika harus dituliskan, ada sangat banyak kenangan bersama Ketut. Masing-masing orang yang mengenalnya akan mengingat keistimewaannya. Saat masuk Teknik Geodesi UGM, ada lima orang Bali di angkatan ’96. Jumlah ini sangat banyak, mungkin termasuk satu yang menjadi rekor. Teman-teman perempuan diam-diam menobatkan ketut sebagai yang paling tampan diantara kami berlima. Mesti ada rasa tidak rela, tidak ada diantara kami berempat yang bisa membantahnya. Gde, Ferry, Saya dan Nyoman memang harus merelakan posisi itu pada Ketut. Ah, rasanya itu baru kemarin sore, saat kuliah bersama mata kuliah Fisika di GKU.
Soal kerapian, Ketut selalu mendapat pujian. Motornya selalu bersih, hitamnya mengkilat. Tugas membuat peta untuk mata kuliah kartografi juga selalu menawan. Ketut memang seorang perekayasa yang berjiwa seniman. Saat ada acara KMTG, ketut hampir selalu kebagian menangani dekorasi. Selain itu, Ketut juga pintar main musik. Dia pintar main gitar dan juga kocak kalau sedang mood. Saya tidak akan lupa bagaimana Ketut menjadikan semua lagu yg dimainkannya berakhir dengan lagu layang-layang. Masing terbayang muka isengnya ketika memetik beberapa kunci terakhir dan bernyanyi keras “kujadikan layang-layang”.
Ketut memang kreatif dan dia berpikir berbeda. Salah satu wujud kreativititas berbeda ini adalah skripsinya. Ketut membuat Sistem Informasi Geografis yang terkait dengan pekerja seks komersial (PSK) di Pasar Kembang. Sebuah ide nakal, yang orang lain mungkin bahkan tidak berani pikirkan. Itulah Ketut, kreatif dan berani berbeda. Kontroversi, sepanjang itu memacu kreativitas, bukanlah hal yang tabu baginya. Ketut juga menikmati kuliahnya dan tidak bersegera menamatkan diri meskipun kawan-kawannya sudah beterbangan ke mana-mana. Inilah yang membuat Ketut mendapat banyak kesempatan menjadi tim proyek dan penelitian dosen. Pengalaman yang sungguh berharga. Tanyakanlah pada Ketut rasanya bertemu dosen yang sama untuk mata kuliah yang sama dalam waktu yang sangat lama. Ketut tidak saja belajar ilmu, dia belajar kebijaksanaan lewat kesabaran dan membiarkan diri ditempa waktu.
Ketut iseng orangnya. Muka tak berdosanya memang menipu. Yang belum mengenalnya mungkin tidak akan menyangka, muka rupawan itu bisa berpadu apik dengan kejahilan. Ketut, seperti kawan-kawan kami lainnya, tentu saja tidak tanpa cacat. Namun, di mata saya, Ketut mampu merenda serpihan-serpihan ketidaksempurnaan itu menjadi kesempurnaan.
Har-hari terakhirnya dilewati dengan terbaring di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar. Sebuah foto yang diabadikan oleh Yogi (’98) menggambarkan derita yang sempurna. Selang yang berlomba menghiasi tubuhnya dan mesin yang membuatnya bertahan itu sesungguhnya tak bersahabat. Tidak mudah membayangkan, seorang kawan rupawan itu harus mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan.
Ketut memang telah pergi tetapi kami akan mengenangnya. Satu dua dari kami akan mengingat kebaikannya mengantar dan menjemput di tempat kos, beberapa orang lain akan mengingat kelihaiannya bermain gitar. Teman-teman perempuan akan mengingat senyumnya yang meluluhkan, para lelaki akan mengingat kesetiakawanannya. Ketika para sahabatnya mengenang tingkah polahnya yg menggemaskan, keluarga akan mengingat kegigihannya berjuang menghadapi takdir. Selamat jalan kawan. Semoga engkau manugnggal dengan Sang Pemilik Hidup. Moksatam jagadhita ya ca iti dharma.
Selamat jalan Ketut Margawan….
Ketut telah berpulang, selamat jalan tut, kini kebahagian abadi ada bersamamu.
Innalillahi wainnailahi rojiun..semua akan kembali kepadaNya. Semoga arwah sahabat kita diberi tempat terbaik disisiNya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran. Amin.
Moksatam jagadhita ya ca iti dharma.Semoga :’]
Slamat jalan Bli Tut.
33 adalah jumlah biji gnitri 33+ di ujung 1+42 ditengah +33 di ujung yg lain Jumlah biji GNITRI/tasbih =108(33+42+33) Kalau berjapam untuk orang meninggal,hanya sampai hitungan 33 (Pitra yadnya. Untuk dewa yadnya baru 108 hitungan. Barangkali pertanda bagus. Kalo ISLAM Jumlah biji tasbih=99=3×33
Turut Berduka Cita atas meninggalnya sahabat saya yg paling baik. Sahabat di SMU N 1 Klungkung. Maaf saya baru dengar kabar setelah membaca artikel ini.
semoga arwahnya manunggal dengan Sang Hyang Pencipta amoring acitya suka tan pa wali duka.