Nyepi…


Pada tahun 2007, saya melewatkan hari raya Nyepi di Bali. Ini sebuah peristiwa langka karena saya sudah melewatkan sangat banyak Nyepi di luar Bali. Nyepi di luar Bali tentu berbeda, tidak ada suasana Nyepi yang saya anggap ‘asli’.

Seperti sudah diatur demikian, kedatangan saya ke Bali tahun 2007 itu disambut berita duka. Nenek saya masuk Rumah Sakit Tabanan, beliau dirawat karena mengalami muntaber. Nenek saya sudah tua. Selain mudah diserang sakit, beliau juga pikun, tidak bisa mengenali siapapun. Ada banyak sekali cerita mengharukan dan bahkan lucu tentang kepikunannya yang mungkin tak habis diceritakan di sini.

Saat pengrupuk, sehari sebelum Nyepi, saya memutuskan untuk menginap di Rumah Sakit Tabanan. Saya akan berangkat ke Australia beberapa hari lagi. Sepertinya tidak tepat jika saya tidak memberikan dukungan maksimal pada nenek saya saat beliau membutuhkan. Mungkin beliau sendiri tidak peduli atau tidak bisa membedakan apakah saya ada atau tidak namun saya putuskan harus ada di sampingnya. Bukankah memberi dukungan tidak selalu berkaitan dengan kebaikan yang didukung, tetapi demi kenyamanan dan ketenangan yang mendukung? Saya memutuskan untuk tinggal di rumah sakit, meskipun banyak yang mungkin merasa saya berhak menikmati waktu yang singkat di Bali sebelum berangkat ke Australia untuk enam bulan lamanya.

Jika saya menginap di rumah sakit saat pengrupuk maka saya akan terjaga esok harinya saat Nyepi. Di manapun saya berada saat itu, saya harus bertahan selama 24 jam. Saat Nyepi kami memang tidak boleh melakukan perjalanan, selain tidak boleh menyalakan api, tidak bekerja dan tidak menikmati kesenangan. Artinya, sekali memutuskan untuk menunggu Nenek di rumah sakit saat pengrupuk, saya harus bertahan di rumah sakit selama satu hari berikutnya saat Nyepi. Saya mengingat-ingat kenakalan saya waktu kecil dan bertapa seringnya saya menyusahkan nenek ketika itu. Mungkin kini saatnya melakukan hal sederhana, meskipun tidak akan membayar semua kebaikan dan telah beliau lakukan. Saya ditemani adik saya, Komang Andika, dan ibu saya yang juga menunggu dengan sabar.

Tidur di rumah sakit tentu saja tidak begitu nyaman. Kami tidur di luar, beralaskan tikar dan bantal seadanya. Lantai rumah sakit yang dingin menjadi sahabat kami bertiga ketika itu. Secara bergiliran, satu dari kami harus ke ruang nenek untuk mengecek. Sedikit saja terlambat, kami akan mendapati beliau sudah bangun dari tempat tidur, melukari dirinya dan menarik-narik selang infus sehingga jarum mengoyak pembuluh darah beliau. Semuanya susah diperkirakan dan kamipun beberapa kali kecolongan. Ada perasaan sedih dan bersalah melihat beliau dengan penasaran menarik-narik selang infus dan menyaksikan darah bersimbah membasahai kain dan bajunya. Wajahnya penasaran, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa sakit. Karena gangguan yang dialaminya, beliau tidak saja lupa dengan anak cucunya, rasa sakitpun sudah tidak diingatnya.

Saya selalu ingat dan setuju dengan doa Ibu saya ”Tuhan, jika boleh saya memohon, panggilah saya menghadapMu di saat yang tepat. Berikanlah kepada saya tugas yang tidak mudah semasa hidup, namun jangan jadikan saya beban yang menguras air mata orang-orang yang saya cintai.” Doa itu tepat menggambarkan perasaan kami ketika itu. Perasaan iba yang dalam melihat penderitaan nenek saya yang bahkan mungkin tidak disadarinya. Sayangnya, tidak ada satupun yang bisa kami lakukan untuk membuatnya merasa lebih baik. Kami menghadapi seorang perempuan tua yang pandangan matanya kosong tanpa emosi. Hati saya menangis.

Nyepi tahun 2007 saya lewati dengan berpuasa di Rumah Sakit Tabanan. Saya sangat terkesan dengan satu hari yang istimewa itu. Meskipun melewati masa sulit, beliau akhirnya sembuh. Meski demikian, sang waktu akhirnya menjemputnya. Desak Made Sukri, demikian beliau dipanggil di masa mudanya, berpulang dengan tenang setahun kemudian. Nenek saya telah mengajarkan saya tentang arti Nyepi, arti mengendalikan diri, dan arti tapa bratha dengan cara yang sederhana. Selamat Nyepi, selamat mendengarkan yang tidak terdengar…

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

One thought on “Nyepi…”

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: