
Saat pulang ke Bali Desember 2009 lalu, kami sempat dipinjami mobil untuk jalan-jalan menjelajahi Bali. Begitulah kalau jarang-jarang pulang bertemu keluarga, yang tampak dan terasa hanya manis-manisnya saja, mobilpun dipinjami, bebas dipakai ke mana saja. Yang paling terasa ketika duduk di belakang stir pertama kali adalah jok mobil yang empuk, enak sekali. Memang beda, kalau mobil baru. Beda jauh dengan Suzuki Alto ’95 kami di Wollongong yang kalau dirupiahkan tidak lebih dari 12 juta rupiah saja. Betul, lebih murah dari sebuah Vario baru di Indonesia. Tapi ini bukan cerita tentang harga mobil, tetapi jok mobil, jadi kita lupakan saja.
Berkelana dengan mobil baru selama beberapa hari, membuat saya terbiasa dengan jok yang empuk. Lama-lama kenikmatan itu tidak terasa lagi, yang ada adalah ‘kebiasaan’. Masalah mulai muncul ketika kami kembali ke Wollongong, kembali ke jok mobil kami yang ‘asli’. Betul, mobil yang 12 juta-an itu. Tiba-tiba saja, jok mobil kami, yang tadinya tidak ada masalah apapun, terasa keras, kaku dan tidak nyaman. Jok itu memang tidak empuk sama sekali, tidak ada sedikitpun ruang agar bagian tubuh penting saya tenggelam di dalamnya. Singkat kata, jok mobil yang sudah melayani kami selama setahun itu tiba-tiba terasa tidak bersahabat.
Ada godaan untuk menuduh, jok mobil kami berubah setelah ditinggal dua minggu. Tetapi tentulah tidak seperti itu perkaranya. Bagian tubuh kami yang telah berubah, menjadi terbiasa dengan sesuatu yang lebih baik.
Ada satu pelajaran moral yang saya dapat dari sini: Jika saya merasa jok mobil saya sangat nyaman dan paling hebat di dunia, mungkin ini terjadi karena saya belum pernah menduduki jok mobil orang lain. Pinjamlah mobil sekali-sekali.
Atau mungkin pelajaran moralnya seperti yang dikisahkan tokoh Cenk dan Blonk di sebuah wayang kulit terkenal dari Tabanan. Jika dibahasakan ulang dalam konteks ini, pelajaran moralnya menjadi: Untuk tetap merasa dan yakin jok mobil saya terbaik dan terhebat di dunia, jangan sekali-sekali mencoba jok mobil orang lain, apalagi mobil baru. Entahlah.
Saya masih suka pakai motor tua saya, walau sering pakai motor teman yang lebih baru, saya lebih nyaman dengan motor tua saya 🙂
Setuju Cintailah Jok Mobil Kita Sendiri..
setuju sama aqila 😀
cintailah jok mobil kita sendiri, walopun kaya duduk di kursi kayu tukang bakso
hhehe
setuju 🙂 btw, kursi kayu tukang bako di mall-mall, mewah juga lo 🙂