Made Kondang, lelaki berotak desa itu tak henti-hentinya dirundung bingung. Dasar otaknya yang mungkin hanya separuh volume otak teman-temannya, tak banyak perkara yang mampu dia cerna dengan seksama. Kali ini adalah perihal awig-awig, aturan adat di Banjar Selem, banjar tetangganya.
Pan Gede, kelihan adat memanggilnya suatu sore. Di hadapannya terduduk dengan lesu seorang lelaki yang tidak dikenalnya. Konon namanya Yan Koplar. “Lelaki ini penjahat dari Banjar Selem!” demikian Pan Gede bergetar suaranya. “Kamu sebagai kelihan Banjar Gading harus paham duduk perkaranya. Lelaki ini telah mencuri di Banjar Gading. Dia layak dihukum” demikian Pan Gede meneruskan.
Belum lagi Pan Gede berhenti, di luar balai adat telah berkumpul sekelompok orang dari Banjar Selem. Mereka sohib lelaki pencuri itu dan meminta dia dibebaskan. Mereka berdemonstrasi, layaknya di TV. Berteriak mengacungkan tangan seraya menyebut lelaki itu pahlawan Banjar Selem. Konon dia mencuri dari orang-orang yang berdosa di Banjar Gading, jadi dia layak jadi pahlawan. Kondang yang akalnya pendek jadi bingung. Sore itu, kerunyaman masalah tak mendapat jalan keluar.
Esok hari, sekumpulan pemuda dari Banjar Selem berkunjung. Mereka tegas menyatakan Yan Kolar bersalah, tetapi dia hanyalah oknum. “Di banjar kami, tidak ada awig-awig yang membolehkan mencuri. Awig-awig kami sempurna, dia adalah oknum yang tidak menjalankan awig-awig dengan baik. Dia bukan bagian dari kami.” demikian seorang pemuda berapi-api.
Kondang berkerut keningnya. Yan Koplar sesungguhnya bukan satu-satunya. Sangat banyak orang yang mengaku dari Banjar Selem dan membuat onar di Banjar Gading. Mereka semua ternyata oknum belaka, Kondang berpikir sejenak seperti mendapat mencerahan.
Tapi.. Kondang kembali berpikir. Dia sendiri belum pernah membaca awig-awig Banjar Selem. Bagaimana dia bisa percaya bahwa pencuri itu oknum? Dia tidak paham awig-awig tetangga, dia hanya bisa melihat perilaku warga Banjar Selem. Jika warganya baik, maka baiklah dugaan Kondang terhadap awig-awignya. Jika mereka jahat, Kondang yang tidak tajam otaknya akan susah menganggap awig-awig mereka baik. Kondang yang tak cerdas tiba-tiba diselimuti pikiran aneh. Jangan-jangan sekelompok pemuda baik itu yang adalah oknum?!? Mungkin mereka yang justru tidak menjalankan awig-awig Banjar Selem dengan semestinya. Mungkin mereka yang justru melanggar, dan para pencuri itulah yang sesungguhnya patuh. Mungkin saja!
Kondang, sedari awal hingga akhir dirundung bingung yang tak terselesaikan.
Benar ndi, kebenaran bukan lagi dinilai dari kwalitas, tapi kwantitas.