
Tertembaknya Horta bukanlah hanya satu yang mencirikan ancaman atas negeri panas ini. Perdana Mentri Gusmao juga tak luput dari keberingasan timah-timah panas. Masih bersyukur, tubuhnya terlindung logam mobilnya yang menyelamatkan. Singkat kata, keresahan dan kegelisahan serta ancaman adalah keseharian yang menjadi sahabat tak terelakkan bagi Timor Leste. Di usia yang belum cukup untuk masuk SD, si kecil Timor Leste bagaikan bocah miskin kelaparan yang jangankan untuk sekolah, untuk minum seteguk air keruhpun harus berjuang.
Masih bersyukur, tekanan dunia internasional dapat melahirkan suatu kompromi pembagian hasil yang tidak terlalu mengecewakan untuk keseluruhan kawasan JPDA dan sekitarnya. Pembagian 90% untuk Timor Leste dan 10% untuk Australia pada JPDA dan 50:50 untuk kawasan tertentu lainnya dianggap cukup layak dan adil bagi Timor Leste. Meski demikian, ada juga yang mengatakan bahwa bahwa pembagian itu masih terlalu banyak untuk Australia yang sesungguhnya “tidak berhak”.
Beberapa buah Sydney Buses yang disumbangkan pemerintah New South Wales, Australia dalam waktu yang tidak terlalu lama menjadi onggokan besi tua sarang nyamuk di bumi Timor Leste yang merana. Ketidakmampuannya yang terlalu, bahkan membuatnya tidak bertahan memelihara beberapa buah bus. Ekonomi yang tak kunjung baik dan pemakaian dolar sebagai alat tukar rupanya tidak menciptakan keadaan yang menyejahterakan. Sedemikian tragiskah konsekuensi kemerdekaan yang diperoleh dengan dramatis tahun 1999 silam dari seorang Ibu bernama Indonesia?
Dalam keterbaringan Horta, resahnya Gusmao dan tersingkirnya Al-Katiri, Timor Leste tetap hanya sebuah negara kecil yang muda, ringkih dan lemah. Bepalingnya dunia pada urusan yang lebih seru di Iran dan Irak membuat perhatian tak lagi selayaknya. Sang anak yang lapar dan dahaga kehilangan santunan dari malaikat dunia dan telah membuatnya terhempas ke sudut kegelapan masa depan yang pekat mengiris-iris perasaan.
Sementara itu, Indonesia adalah kini tetangga terdekat. Lepas dari suka dan duka yang pernah terjadi dan menjadi lembaran hitam atau emas dalam sejarah keduanya, Indonesia adalah negara, kepada siapa Timor Leste selayaknya menoleh. Indonesia adalah bangsa santun tak terkira dan meyakini bahwa dendam adalah kesalahan dalam hidup. Oleh karenanya Indonesia sudah sepatutnya bersimpati dan berempati kepada tetangga ringkihnya. Mengingat keadaannya yang sekarat, banyak yang mungkin bisa dilakukan Indonesia untuk Timor Leste yang pastilah, beberapa diantaranya, sudah diwujudkan.
Meski demikian, gundah dan gelisahnya Timor Leste tentu saja adalah juga ancaman tersendiri bagi Inonesia yang berbagi pulau dengannya. Letak geografis yang sangat dekat menjadikan Indonesia berpotensi sebagai penampung segala dampak kekacauan di Timor Leste. Sebagai bangsa yang awas, hal ini tentu sudah menjadi perhatian sejak lama dan membuat Indonesia berhati-hati. Selain itu, harus disadari bahwa Indonesia saat ini sedang menghadapi persoalannya sendiri yang sepertinya juga tak kunjung usai. Kekacauan politik, ganguan keamanan sosial dan beruntunnya bencana alam menjadikan Indonesia juga luluh lantak dan kelelahan. Tidak banyak sepertinya yang bisa disumbangkan bangsa yang besar tapi masih “flu” ini. Meski demikian, bukan berarti Indonesia tidak berbuat sesuatu. Sembari memerhatikan kesehatan sendiri yang semoga membaik, setidaknya Indonesia bisa bersimpati, mengatakan di dalam hati bahwa kita bersaudara. Bahwa kesejahteraanmu adalah doa bagiku. Semoga lekas Sembuh Timor Leste.