
Mas penjaga kasir memandang bengong agak bingung. Apakah memang aneh tidak meminta tas plastik ketika berbelanja? Saya jadi ingat tulisannya Dewi Lestari beberapa waktu lalu, betapa tidak efisiennya hidup kita dan betapa banyaknya sampah yang kita hasilkan dari kegiatan harian kita. Walaupun bukan termasuk “a big fan of climate change issue” rasanya ada hal kecil yang bisa saya lakukan. Menolak satu tas plastik dari Gramedia tentu tidak bisa serta merta menghentikan derasnya laju perubahan iklim, tetapi memang itu yang bisa dilakukan saat ini.
Saya jadi ingat puisi Taufik Ismail yang pernah dikirimkan Astri pada saya. Memang ada kalanya kita tidak bisa menjadi beringin. Setidaknya kita bisa menjadi belukar yang tumbuh di tepi danau atau bahkan rumput, tetapi rumput yang menguatkan tanggul jalan. Meski tidak bisa seperti Andrew Shepherd di American President yang dengan lantang mengatakan bahwa Gedung Putih akan mengirim Resolusi 455 kepada Kongres yang mensyaratkan pengurangan 20% emisi minyak fosil dalam 10 tahun, setidaknya saya bisa katakan “No plastic bag please.”
Betul, setuju bli made…
Hal yang sama sudah saya lakukan sejak kuliah semester akhir.
Setiap belanja diusahakan bawa tas dari rumah. Kalo belanjaan dikit tinggal dikantongin di tas back pack, tapi kalo blanjaan banyak, kita sudah bawa tas plastik besar dari rumah, tas plastiknya nya Makro warna merah yang gedenya segambreng itu loh. Kan awet bisa pake dimana-mana, gak perlu dibuang. Bisa dilipat di jog motor atau diselipin di tas back pack itu.
Memang ini yang bisa kita lakukan sejauh ini: selalu bilang ke teller/cashier “no plastic bag, please”.
Keep blogging
Mohammad