Lita Masuk UGM, Mungkin Karena Jatah


Apakah saya bangga ketika Lita bisa diterima di UGM? Tentu saja. Yang ingin saya ceritakan adalah perkara lain. Perkara yang mungkin lebih mendasar dari sekedar bangga atau tidak, gembira atau tidak. Ini adalah perihal proses, perihal perjuangan.

Lita memutuskan untuk tidak menjadi seperti ibunya, tidak juga seperti ayahnya dalam hal pemilihan bidang studi. Lita tidak tertarik menjadi sarjana teknik, tidak juga berminat menjadi dokter. Dalam kelakar saya kepada teman-teman, kami adalah orangtua yang gagal menjadi idola bagi anak sendiri.

Kami menghormati keputusan Lita. Tentu saja, tugas kami adalah memberinya kesempatan menyimak informasi sebanyak-banyaknya. Saya beberapa kali mengajaknya jalan-jalan ke berbagai kampus di UGM. Menunjukkan gedung berbagai fakultas dan menceritakan orang-orang berpengaruh yang ‘lahir’ dari berbagai fakultas itu. Saya juga mengajaknya bertemu beberapa orang yang mungkin bisa menginspirasinya. Menurut saya, ini adalah cara yang baik untuk memberinya keterpaparan positif.

Apa yang kami lakukan dan menurut kami baik itu ternyata tidak selalu diterima sebagai hal yang baik oleh Lita. Usaha kami memotivasi ternyata kerap hadir sebagai intimidasi. Beberapa hari lalu, Lita menceritakan suatu rahasia, bahwa dia ternyata pernah ke kamar mandi sendirian ketika kami bertiga sedang makan di sebuah café. Pasalnya, selama makan kami sibuk bercerita tentang masa depan, tentang kuliah, tentang kesempatan dan tentang persaingan hidup. Ketika kami rasa itu adalah cerita motivasi, Lita ternyata menerimanya sebagai intimidasi. Mungkin ada juga keluarga yang mengalami ini dan mungkin tidak pernah terungkap. Terus terang, saya sedih mendengarnya tetapi syukurlah semua itu berlalu dan Lita bertahan dengan baik. Maafkan kami ya, Nak. Terima kasih sudah bertahan dengan cara yang pastinya tidak mudah.

Di kelas satu SMA, Lita sudah mulai menunjukkan minat ke Psikologi UGM, terutama program internasional (IUP). Tanggal 16 Juni 2021, saya mengajaknya campus tour. Ada sebuah foto di depan Gedung Psikologi yang saya bagikan di Istastory denyan caption “Lita minat masuk sini”. Tentu saja Lita juga berfoto di depan banyak Gedung lain dengan caption berbeda. Umumnya saya bercerita tentang alumni-alumni berpengaruh dari kampus itu. Lita tidak pernah menunjukkan minat ke tempat lain. Sejak hari itu, fokusnya hanya ke Psikologi. Tidak ada yang lain.

Hidup berjalan normal. Seperti banyak keluarga lain, kami hidup dan berjalan dengan wajar. Ada drama, ada masalah, dan ada perselisihan, di tengah hari-hari biasa yang diisi dengan kesenangan keluarga. Lita menunjukkan ups and down dalam cita-citanya. Pernah juga sekali waktu pengen sekolah ke luar negeri, lalu redup lagi. Ketika mulai kelas tiga, nampaknya dia sudah mantap dan mulai les di sana sini.

Ada tiga atau empat les di luar sekolah yang diikutinya. Dua di antaranya adalah di Inten dan di ESP, tempat les yang dijadikan rujukan oleh banyak peminat UGM. Lesnya tidak murah menurut kami tetapi niat dan semangat besar di balik itu yang menjadikan kami harus berusaha melunasinya. Usaha dan dukungan terbaik berupa doa tentu saja harus diiringi dengan banyak hal yang bersifat materi. Tidak ada yang gratis di dunia ini.

Ketika harus les, Lita biasa pulang malam. Kadang bahkan sampai jam 9 malam. Lita mulai naik motor sejak kelas dua SMA dan ke mana-mana sendiri. Dia ke sekolah sendiri. Les sering sendiri. Ke dokter sendiri. Ke rumah sakit juga sendiri. Tidak jarang Lita mengalami masalah di jalan dan coba diselesaikannya sendiri. Cerita khas seperti kekurangan uang untuk beli bensin, dan kartu parkir yang raib sehingga harus bernegosiasi dengan tukang parkir adalah sebagian saja dari cerita klasik itu. Nurun siapa ini? Yang pasti bukan dari Ibunya 🙂

Di sepanjang perjuangan itu, kami punya program belajar TOEFL keluarga. Setiap minggu kami mengerjakan soal TOEFL bersama. Lita selalu paling tinggi nilainya, meskipun termasuk yang paling tidak bisa menjelaskan ketika ditanya soal grammar. Ketika tes sesungguhnya, nilainya 637. Menurut saya, itu sangat amat baik. Modal Bahasa Inggris untuk menuju IUP Psikologi UGM kami rasa cukup. Semoga.

Setiap kali Tryout di tempat les, nilainya selalu baik. Nilainya selalu di atas syarat minimal masuk IUP UGM, maka kami sedikit lega. Lita secara konsisten menunjukkan itu, meskipun itu harus dijalani dengan sangat sibuk. Kadang Lita mengeluh di tengah jalan. Ibunya adalah orang terbaik yang menjaga semangatnya. Saya tahu, perjuangan hidup Lita mungkin lebih sulit dari saya dulu. Hidup memang tidak melulu soal fasilitas duniawi. Hidup di berbagai zaman memang berteman dengan berbagai kesulitan yang kerap tidak mudah dilewati. Tak elok membandingkan.

Selama perjuangan masuk UGM, ada satu hal yang menghantui. Tidak sedikit orang beranggapan bahwa masuk UGM itu mudah bagi anak dosen karena ayahnya bisa dapat jatah. Saya tidak akan berdebat soal ini tetapi saya memilih untuk menggunakan jalur semestinya. Saya tidak banyak membantah kata-kata atau kelakar orang. Kami jalan saja dengan santai. Sebagai dosen, saya sudah merasa mendapatkan banyak sekali fasilitas dan privilese. Saya dengan santai dan mudah bisa mendapatkan informasi teknis dan penting. Saya bisa tanya siapa saja di UGM ini. Bagi saya, itu saja sudah merupakan kemewahan yang patut disyukuri.

Lita mengikuti tes ACEPT (Basaha Inggris) dan Gadjah Mada Scholastic Test (GMST) di UGM tanggal 2 Maret 2023. Saya mengantarnya di pagi hari dan ikut degdegan. Ini penentuan. Di siang hari ketika selesai, Lita menyampaikan “wasnt that good”. Hati saya berantakan tetapi tetap mengatakan “isoke”. Demikian rasanya mendampingi perjuangan anak sendiri. Saya merenungi dan kini merasakan sendiri kegalauan para orang tua. Kegalauan yang tidak boleh dipamerkannya di sembarang waktu. Kegalauan yang harus segera diubah dengan senyum tenang dan sikap optimis, meski kerap dipaksakan.

Tanggal 3 Maret, Lita dinyatakan lolos ACEPT dan GMST. Kami lega luar biasa dan itu artinya Lita maju ke babak berikutnya berupa tes menulis essay dan wawancara. Untuk ini, saya juga membantu Lita berlatih. Pernah kami habiskan waktu hingga larut malam di sebuah café untuk berlatih wawancara. Hal semacam ini adalah hobi dan passion saya. Meski demikian, ketika berhadapan dengan anak sendiri, segalanya serba lain. Jadi berbeda. Lebih tegang, lebih rumit. Entahlah.

Dalam perjalanan ke tempat tes di tanggal 4 Maret 2023, Lita bertanya beberapa hal terkait cara bercerita yang singkat tetapi membuat pewawancara tertarik. Hal ini tidak mudah dilakukan, terutama ketika pertanyaannya sangat standar seperti “tell me about yourself”. Saya beri beberapa pilihan fakta yang bisa dia gunakan. Ada dua hal penting yang saya sarankan untuk dikatakan yaitu tentang dia yang menulis novel berbahasa Inggris di usia sebelum 13 tahun dan perjalanannya naik pesawat sendiri sebelum usia 7 tahun. Dia excited!

Tanggal 9 Maret 2023 adalah hari penting itu. Lita dinyatakan diterima di IUP Psikologi UGM. Kami bersyukur sudah tentu. Saya pun mengirimkan pesan kepada beberapa orang untuk menyampaikan kabar bahagia dan berterima kasih atas doa dan dukungan mereka. Ada seseorang dengan otoritas di UGM yang mengirimkan pesan seperti ini “Selamat Pak, menika murni karena usaha Lita sendiri”. Pesan lain juga datang dari seseorang yang terlibat dalam penerimaan mahasiswa baru “[…] Saya sendiri terus terang tidak tahu Lita yang mana (namanya siapa dan anaknya yang mana) Bapak, saya hanya tahu di akhir saat proses penstatusan, ranking Lita sangat baik di semua aspek. Well deserved. […]”

Lita berhasil masuk UGM memang karena jatah. Jatah yang diberikan Hyang Widhi karena tidak ada hal yang bisa terjadi tanpa jatah yang disiapkan-Nya. Jatah yang dijemputnya dengan perjuangan dan kerja keras serta doa dari banyak orang di sekitarnya. Selamat ya Nak. Matur suksma semuanya.

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?