“Terima kasih atas kegigihannya mengusahakan” ucap Mas Anies ketika kami berangkulan sesaat ketika beliau baru saja tiba di Fakultas Teknik UGM. “Saya yang berterima kasih, Mas” kata saya menjawab. Saya yang memang mengawali komunikasi dengan Mas Anies terkait kedatangan beliau ke Fakultas Teknik UGM kali ini.

Selalu tidak mudah mendatangkan seorang Anies Baswedan. Tentu saja. Di tengah proses, sempat terjadi keraguan apakah beliau bisa hadir atau tidak karena perihal kesehatan Mbak Fery, istri beliau. Untunglah, setelah melewati berbagai ketidakpastian, Mas Anies menyatakan kesediaannya untuk hadir. Keputusan itu terjadi sepuluh hari sebelum hari H. Kami semua lega. Tak heran kalau Mas Anies menyebut keberhasilan rencana itu sebagai hasil dari kegigihan.
Kami menuju ruang dekanat di SGLC lantai dua untuk menikmati sarapan. Di sepanjang jalan, Mas Anies begitu hangat menyapa orang-orang. Di antara senior di Fakultas Teknik, Prof Nizam adalah salah satu yang hadir menyambut Mas Anies. Tentu saja beliau berdua saling kenal. Keduanya langsung berpelukan dan bertegur sapa hangat. “Prof Nizaaam” kata Mas Anies mendekati beliau, menatap mata, dan memeluk dan menyapa santun penuh hormat.

Saat bergerak, Mas Anies sempat ‘melipir’, dengan sengaja menemui seseorang yang agak jauh dari kerumunan. “Mas Arif, apa kabar?” kata beliau menyalami, menatap mata dan menyapa dengan sangat hangat. Pak Arif Wibisono adalah dosen Teknik Industri. Rupanya, beliau seorang kawan lama. Menyaksikan interaksi jujur semacam itu seperti menyaksikan sebuah pertunjukan adab yang mendidik.
Mas Anies Baswedan hadir di Fakultas Teknik UGM untuk menjadi narasumber bagi acara Pionir Ksatria, sebuah perhelatan penerimaan mahasiswa baru. Di zaman dulu, kita mengenal istilah OSPEK. Ini OSPEK yang beda. Di UGM, penerimaan maba dilakukan begitu serius. Setiap fakultas mengundang orang-orang terbaik. Di level universitas pun akan ada acara dan tamu terbaik. Tahun ini, Fakultas Teknik memilih Anies Baswedan. Tahun lalu kami menghadirkan Bapak Budi Karya Sumadi, setahun sebelumnya Bapak Basuki Hadimuljono. Mas Ganjar pun sempat kami hadirkan untuk acara yang sama.
Ketika sarapan, kami bercakap-cakap perihal banyak hal. Saya menjadi salah satu dari banyak orang yang menyimak Mas Anies. Sangat menarik menyimak pandangan Mas Anies terkait perkembangan masyarakat dan pengaruh media sosial. Suatu ketika saya akan tuliskan ini dengan lebih cermat. Mas Anies juga menceritakan pengalamannya saat sekolah di Amerika dan tentang sebuah riset tentang segregasi masyarakat di sebuah negara bagian. Menarik dan sepertinya relevan untuk dijadikan referensi hari-hari ini. Nanti saya akan bahas juga.
Saya akhirnya harus pamit. Saya tidak bisa menemani beliau hingga tuntas karena saya pun mendapat tugas yang sama di Sekolah Vokasi UGM. Hari itu, saya ditugaskan mengisi Pionir Permadani di Sekolah Vokasi bersama Bapak Wamenkeu, Anggito Abimanyu. Hari itu, UGM memang bertabur bintang. Semoga bisa menjadi inspirasi baik bagi Gadjah Mada Muda yang sedang berjuang memantapkan jati diri.
“Kita foto bareng-bareng dulu Mas Andi, mumpung masih lengkap” kata Mas Anies ketika saya berpamitan. Kalimat yang menunjukkan kerendahan hati dan kebijaksanaan. Semestinya saya lah yang mengucapkan kalimat itu. Kami pun berfoto. Saya juga meminta sebuah swafoto bersama Mas Anies. Ini melengkapi koleksi foto saya sejak 2014 silam ketika mengundang beliau pertama kali ke Fakultas Teknik, tepatnya ketika dies Teknik Geodesi ke-55.
Saya menyalami Mas Anies dan disambut dengan hangat. Hari ini bukan tentang pilihan politik. Hari ini adalah tentang relasi antarmanusia. Pertemanan sesama alumni. Serta pertukaran gagasan antaranak bangsa yang saling menguatkan. Tak semua keputusan seorang Anies Baswedan saya setujui tetapi adab, sikap, dan kehangatan pribadinya layak saya teladani. Terima kasih Mas Anies.