Jumbo


Saya sudah menonton film animasi Jumbo karya Ryan Adriandhy. Saya nonton bersama keluarga: Asti, Lita, dan Wulan. Pendapat saya: luar biasa! Menonton Jumbo membuat saya mengingat diri sebagai anak sekaligus sebagai ayah. Mengutip apa yang disampaikan Pandji Pragiwaksono, Jumbo dengan sempurna telah memeluk jiwa kanak-kanak, sekaligus menguatkan naluri orang tua dalam diri penontonnya.

Setiap orang biasanya ingin dikejutkan sekaligus dibenarkan ketika menonton film. Dikejutkan, artinya, kita ingin sesuatu yang baru atau sulit ditebak. Disisi lain, kita ingin juga diberi ruang kesempatan untuk benar dalam menduga dan menebak. Untuk hal kedua ini, kita ingin sesuatu yang cukup familier dalam jangkauan imajinasi. Jumbo dengan sangat apik menyajikan keduanya.

Jumbo diawali dengan gerakan cerita yang cenderung lamban. Jumbo perlu penonton yang sabar dan berdedikasi tinggi di penggal awal cerita. Saya yang datang ke bioskop langsung dari kampus dapat merasakan kelambatan itu. Beberapa menit sebelumnya saya melakukan bimbingan skripsi secara intensif untuk dua orang. Urat sabar saya ringkih. Untunglah tidak putus.

Kesabaran itu berbuah manis. Familiaritas tema yang berputar di sekitar fakta seorang anak yang dirundung rindu akibat ditinggal orang tuanya dan keanehan-keanehan spektakuler yang hadir bersama tokoh dan setting yang di luar dugaan, adalah paduan sempurna. Jumbo memberi pengalaman menikmati karya seni yang lengkap. Tawa, perenungan, keharuan, dan air mata dihadirkan silih berganti.

Bagi saya, melihat Jumbo adalah melihat Ryan Adriandhy. Saya telah mengikutinya sejak tahun 2011 ketika berkiprah di SUCI 1 dan menjadi juaranya. Saya melihat penampilannya secara langsung tahun 2013 di Sydney ketika tempil bersama Pandji Pragiwaksono dan Ernest Prakasa. Menariknya, ketiganya adalah tokoh perfilman Indonesia. Ryan bahkan secara serius belajar animasi dan perfilman di Amerika sebelum kemudian melahirkan Jumbo.

Melihat kisah Jumbo seakan melihat materi standup comedy Ryan. Saya sudah kagum dengan kelihaiannya dalam menelaah kata-kata. Menyajikan kerumitan bahasa adalah ciri khasnya. Maka tak heran, diksi, dan kalimat adalah salah satu kekuatan film Jumbo. Saya dibuat terhenyak atau terpana dengan berbagai kalimat yang sepertinya begitu layak diingat dan dikutip dari para pemain Jumbo.

Call back adalah juga salah satu ciri khas Ryan dalam berkomedi. Dia akan dengan rapi menyimpan potongan-potongan fakta dan fenomena di sepanjang pertunjukan untuk kemudian diambil dan dikeluarkan lagi di bagian akhir cerita menjadi sebuah kejutan dan kelucuan yang menggelegar. Jumbo dipenuhi dengan hal ini. Sap sap sap, adalah salah satunya.

Meski dipenuhi dengan tokoh rekaan, imajinasi, dan ‘ketidakmasukakalan’, sebagaimana layaknya sebuah film fiksi, saya senang, Jumbo juga hadir sebagai realitas hidup yang normal. Di film itu tidak ada pihak yang baik terus dan jahat terus. Semua hadir sebagai tokoh biasa. Semua bisa salah dan semua punya kebenaran. Film ini adalah sebuah karya serius yang mengajarkan perspektif dan menjadi open minded. Bahwa sifat baik mungkin dimotivasi oleh keuntungan, serta yang tampak jahat bisa jadi adalah mereka yang terdesak oleh keadaan.

Jumbo kembali mengingatkan bahwa sikap dan sifat seseorang hari ini, tidak pernah bisa dilepaskan dari pengalaman masa kecilnya. Bahwa apa yang kita lihat dan dengar belum tentu mewakili keseluruhan fakta. Film ini juga dengan penuh dedikasi menyajikan nilai-nilai luhur yang dikemas dengan sederhana tanpa menggurui atau mendikte. Para orang tua yang menonton mungkin dengan cepat berubah menjadi anak kecil dan menyerap segala ajaran dan nilai yang ditumpahkan tanpa ragu.

Lagu menjadi salah satu kekuatan Jumbo dalam menyampaikan pesan. Lagu “selalu di Nadimu”, misalnya, seakan memang diciptakan untuk menjadi nyawa bagi film ini. Sajiannya yang bernas di tengah film mampu menjadi alasan alami untuk menangis. Lagu ini mengingatkan dengan sangat kuat rasa cinta kepada orang tua atau anak. Tentu saja di dalamnya juga ada selipan-selipan penyesalan yang membuat tangis semakin menemukan jalan keluarnya. Lagu itu, seperti pesannya, memang layak didengarkan dengan hati, bukan sekedar dengan telinga.

Cerita tentang Jumbo bisa tak berujung. Ada terlalu banyak hal memikat yang layak diceritakan. Yang pasti, Jumbo telah memberi alasan yang baik bagi saya untuk berbangga. Berbangga pada karya anak negeri. Bangga pada karya yang diusahakan dengan serius. Dengan proses belajar, kerja keras, dan dedikasi. Pada akhirnya film ini mengingatkan bahwa kita semua adalah Jumbo yang kerap sulit melepas pikulan beban masa lalu. Kita adalah juga Jumbo yang jika mau membuka diri, akan datang sahabat yang menemani menuju kebaikan.

Unknown's avatar

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?