Rasanya, saya tidak butuh Kartini untuk mengingatkan saya tentang peran perempuan dalam hidup. Sejak lahir, saya selalu disuguhi fakta kehebatan perempuan. Di keluarga kami, perempuan lebih hebat dari laki-laki. Dalam banyak hal. Ibu saya menunjukkan itu dengan alami, tanpa menjadikan kami meremehkan laki-laki.
Sejak pacaran, berkeluarga dan kini punya anak perempuan, saya tak pernah ragu bahwa perempuan adalah pilar penjaga kewarasan. Soal kesabaran, perihal ketekunan, tentang kegigihan bertahan di tengah kesulitan, tak ada tandingannya.
Saya bertemu dengan mahasiswi cemerlang, kenal baik dengan banyak wisudawati cumlaude dan bekerja dengan pemimpin perempuan. Saya setia berada di posisi kedua atau ketiga di SMA, di bawah kaum perempuan yang saya kagumi kecerdasannya hingga kini.
Para lelaki berkeluarga juga tahu, lelaki bisa jadi adalah kepala dalam keluarga tetapi perempuan adalah lehernya. Leherlah yang menjadi penopang dan bahkan penggerak yang bisa ‘memerintahkan’ kepala untuk menengok ke kiri, kanan, atau menunduk dalam waktu yang tidak ditentukan akhirnya.
Hari ini, banyak lelaki yang memerlukan dukungan yang sama besarnya. Banyak lelaki yang lantak binasa hidupnya, berpura2 kokoh berdiri ditopang sebatang tiang ego yang telah ringkih dan tertatih. Lelaki macam ini ada di sekitar kita. Mungkin termasuk kami yang yang berusaha sangar tampil hebat di panggung yang gemerlap dan berbinar. Tidak jarang, kami temui mereka di cermin setiap hari.
Maka, jika tidak didukung hari ini, Kartono mungkin akan meninggalkan kisah yang sama. Di tahun 2345 nanti kita mungkin memperingati Hari Kartono. Bis jadi kita akan menyanjung mereka yang telah memperjuangkan emansipasi di tahun 2236.
Terima Kasih Kartini!