Mungkin saja kita sudah menjadi seperti orang yang pernah kita benci.
- Waktu kecil kita mungkin benci pada orang tua yang terlalu sibuk. Mungkin kita jadi ayah atau ibu yang seperti itu hari ini.
- Waktu jadi mahasiswa, kita mungkin benci pada dosen yang sering meninggalkan kelas karena kesibukan lain. Hari ini kita mungkin menjadi dosen yang demikian.
- Waktu kecil kita mungkin tidak senang melihat tetangga yang jarang pulang kampung dan sekalinya pulang, bawa mobil besar (lebih dari satu) dan memenuhi jalan desa. Mereka lupa manyapa orang-orang desa karena kesibukan. Jangan-jangan kita juga begitu hari ini.
- Waktu jadi siswa, ingatkah guru yang tidak kita sukai? Jangan-jangan kita sudah lebih buruk dari itu di mata siswa kita hari ini.
- Waktu jadi adik kelas/tingkat, kamu benci pada kakel/kating yang ‘resé’ pada adik kelas. Coba cek, jangan-jangan kamu sudah menjadi kakel/kating yang sama parahnya.
- Dulu mungkin kita benci pada pelayan publik yang tidak mau berbuat lebih dalam melayani kita yang sedang kesulitan dan punya kepentingan mendadak. Hari ini, masyarakat mungkin juga membenci kita karena perilaku yang tidak lebih baik.
- Dulu, kita mungkin merasa benci pada orang yang memanfaatkan kekuasaan atau kedekatan dengan kekuasaan. Hari ini mungkin kita menikmati fasilitas baik karena kedekatan dengan bos di kantor, pengurus RT atau satpam perumahan, tanpa merasa bersalah.
- Dulu mungkin kita benci pada anak pejabat yang memanfaatkan fasilitas negara. Sekarang mungkin dengan bangga kita menelpon seorang duta besar RI di suatu negara untuk menjemput anak kita yang sedang jalan-jalan di negara itu menggunakan kendaraan dan sopir KBRI karena dubesnya adalah teman seangkatan kuliah.
- Dulu, waktu kita hanya mampu naik motor, mungkin kita benci pada perilaku mobil yang ingin menang sendiri. Hari ini, berapa pemakai sepeda motor yang mungkin mengeluh karena perilaku kita megendarai mobil di jalan?
- Dulu, kita mungkin pernah merasa bahwa orang berpendidikan dan kaya itu tidak peduli dan tidak mau bergaul dengan orang miskin dan tidak terpelajar. Sekarang, mungkin kitalah orang sombong itu.
Kita mungkin tidak bersalah, tapi bahwa kita telah menjadi orang yang pernah kita benci, itu adalah fakta yang mungkin tidak terhindarkan. Saya pribadi, nampaknya berdosa di semua poin di atas dengan konteks berbeda. Kalau saja kita mau jujur dan tidak buru-buru membela diri, tahun 2019 mungkin akan lebih baik.
PS. Sebuah catatan refleksi akhir tahun setelah ngobrol dengan anak dan ponakan milennials berjam-jam.
Terima kasih remindernya Pak. Ini juga menjadi concernku menjelang usia 30 (skrg sih udah 36). Jgn sampe aku memiliki kelakuan yg sama buruknya dgn orang yg ga aku suka. Kudu dobel mawas diri krn disaat satu jari menuding ke kesalahan orang lain, 3 jari lain menuding kearah diri sendiri.
Bijaksana …
Poin poin yang dibenci diatas bener banget… hal hal yang dibenci semua orang
Reminder spesial dan unik pak…
Pertama kalinya saya membaca dan menyaksikan tulisan akhir tahun yang sejenis ini pak…
Terima kasih Pak Andi atas remindernyaa
beberapa poin ngena banget pak.
Can’t believe that now, I am the person I used to hate. Hahha…
Kami terus belajar …
Terima kasih untuk catatan-catatannya Bli..reminder yang tajam layaknya silet..hehe..Semoga semakin baik dan bijaksana serta bisa jadi inspirasi dimanapun kita berada 🙂
terima kasih atas remindernya pak. Memang kadang kita harus bisa lebih open minded dalam memandang sebuah masalah. Kadang, kita membenci suatu hal karena maish belum tahu aja.