Menulislah di kala terpana


dusunKisanak, setiap orang adalah bagian dari sejarah, kecil atau besar. Setiap orang adalah pembuat sejarah, sederhana atau cetar membahana. Kepada pembuat sejarah itulah kita berterima kasih karena telah ditinggalkannya banyak hal untuk kita. Tapi Kisanak, kita sejatinya tidak belajar dari pelaku sejarah. Kita belajar dari penulis sejarah. Kita tidak belajar tentang nasionalisme dari Bung Karno tetapi dari buku yang ditulisnya atau ditulis orang lain atau dari video yang direkam seseorang ketika sejarah itu terjadi. Sejatinya kita belajar dari penulis sejarah, terutama karena kita tidak selalu hidup bersamaan dengan pelaku sejarah.

Kisanak, menulislah jika menebar ilmu dan berbagi kebaikan adalah prinsip hidupmu. Dan Kisanak, menulislah di kala terpana. Jangan tunda pengalaman menjadi kenangan lama karena kenangan tidak akan pernah selengkap kecapan panca indera yang bekerja saat ini dan di sini. Kisanak, menulislah tentang segerombolan orang kaukasian yang bekerja mendorong trolley di Bandara Sydney di suatu pagi kerena tidak pernah sebelumnya kisahak saksikan pemandangan serupa. Jangan tunggu dua minggu Karena di minggu ketiga pemandangan serupa akan menjadi biasa, mainstream dan kehilangan daya pikatnya. Kisanak menulislah tentang keindahan sungai, jembatan tua dan peradaban masa lalu di Heidelberg ketika menyaksikannya pertama kali. Jangan tunggu dua minggu karena air Sungai Neckar yang membelah kota tak akan lagi wibawa di minggu ketiga. Aliran yang maha dasyat itu akan segera tertimbun tugas padepokan yang Kisanak hadiri atau keseharian yang mendadak gaduh. Kisanak menulislah tentang wibawa batu padas di perbukitan Monaco saat pertama kali menyentuhnya. Jangan tunggu dua minggu karena di minggu ketiga batu padas yang cadas itu akan kehilangan kemasyuran apalagi misterinya.

Kisanak, sangat mudah untuk menyimpan keterpanaan sendiri di dalam hati. Sangat mudah bagi kita untuk menunda menuliskan perasaan dan terutama keheranan, berharap suatu hari nanti akan tiba waktu yang tepat. Kita hanya kadang lupa bahwa diri ini cepat menyesuaikan, cepat memaklumi dan cepat belajar. Apa yang istimewa dan membuat kita terpana akan mudah sirna tertimbun kesibukan sehari-hari dan gairah untuk menceritakannya akhirnya pudar. Percayalah, orang New York tidak akan pernah menggebu-gebu mencerikan wibawa Patung Libery kerena dia lahir di bawah kakinya. Sorang pemuda tanggung dari Tabanan tidak akan histeris menceritakan matahari terbenam di Tanah Lot karena dia terbiasa menyiangi gulma di sawah tak jauh dari Pura Tanah Lot berdiri penuh wibawa. Pedagang waffle di Brussels tidak akan penuh gairah menceritakan Manekin Piss, patung bayi pipis yang bahkan sudah ada di dekat tembok di dekat tokonya, ratusan tahun sebelum dia mulai membuka toko itu. Seorang ABG di Tokyo tidak akan menuliskan cerita dramatis tentang sebuah patung anjing di Stasiun Sibhuya, karena baginya patung itu tak ubahnya seperti patung-patung di perempatan jalan bagi soerang anak SMA di Karengasem, Bali yang melewatinya setiap hari bahkan tanpa peduli. Orang-orang yang tidak lagi terpana tidak akan punya energi

untuk menceritakan sesuatu dengan gairah yang membumbung tinggi.
Kisanak, menulislah di kala terpana. Menulislah di kala terheran-heran akan sesuatu. Dengan begitu kisanak akan menuangkan energi yang tinggi dan gairah yang meletup-letup untuk memberi roh pada tulisan itu. Rasa penasaran yang tinggi dan perasaan awam yang perawan sejatinya adalah bahan utama sebuah tulisan yang menggerakkan. Dengan menjaga perasaan ‘bodoh’ dan ‘lapar’, jadilah bukan hanya pelaku tetapi juga pencatat sejarah.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

18 thoughts on “Menulislah di kala terpana”

  1. setuju banget bli… jadi malu banyak ‘draft’ saya di blog yang terbengkalai (#punya 60 draft hiks…) karena saya sudah tak lagi ‘terpana’ dengan tema yang waktu itu mau ditulis tapi ga jadi-jadi 😦

  2. Saya sering membaca tulisan Bli Andi dan selalu saya rasakan energi yang luar biasa dari tulisan Bli. Rupanya resep kenapa tulisan Bli Andi begitu berenergi, ada pada paragraph terakhir tulisan Bli di atas. “menulislah di kala terpana” 🙂

    Terima kasih Bli Andi for the inspire writings.

    Oh iya, saya ingin sampaikan bahwa saya suka sekali dengan tulisan Bli tentang menulis itu candu 😀

  3. Saya sering membaca tulisan Bli Andi dan selalu saya rasakan energi yang luar biasa dari tulisan Bli. Rupanya resep kenapa tulisan Bli Andi begitu berenergi, ada pada paragraph terakhir tulisan Bli di atas. “menulislah di kala terpana” 🙂

    Terima kasih Bli Andi for the inspire writings.

    Oh iya, saya ingin sampaikan bahwa saya suka sekali dengan tulisan Bli tentang menulis itu candu 😀

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: