
Suatu kali saya menyimak penuturan Rektor UGM, Prof. Pratikno tentang suatu hal. Beliau menceritakan tentang gagasan gagasan baru yang cemerlang. Suatu ketika beliau menyinggung tentang Google yang sering dijadikan rujukan untuk mengetahui keberadaan sesuatu. Saat memikirkan suatu gagasan, kita memang sering kali datang ke Google berharap menemukan gagasan yang mirip sehingga bisa dijadikan rujukan. Apa yang didirekam oleh mesin pencari raksasa Google memang kerap bermanfaat untuk menajamkan, menyempurnakan atau bahkan menjadi fodasi kuat bagi gagasan gagasan baru yang sedang kita masak untuk kemudian disajikan.
Meski begitu, kadang Google tidak berhasil menemukan apa yang ingin kita cari. Tidak jarang, perjalanan dalam perebusan atau pematangan ide berhenti karena Google tidak hadir dengan satu tawaran yang kita inginkan. Ketiadaan suatu hal di Google itu memang bisa menjadi alasan untuk tidak bergerak maju. Pak Rektor menawarkan ide menarik. Justru ketika kita tidak menemukan apa apa di Google, itulah kesempatan terbesar kita untuk menjadi yang pertama, menjadi pionir. Berbahagialah jika ide kita tidak ada di Google karena itu artinya sebentar lagi kita akan menjadi seorang inventor, demikian kira kira maksud Pak Rektor yang saya pahami.
Hal ini mengingatkan saya ketika mencari nama yang tepat untuk Lita, anak saya. Ada sebuah tema yang sudah ditetapkan dan saya kemudian harus mencari kata yang tepat mewakili tema itu. Hal pertama yang saya lakukan adalah membuat beberapa kata dan segera mengeceknya di Google. Pilihannya jatuh pada kata yang tidak ditemukan oleh Google ketika itu yaitu “Ambalita”. Kata itu mungkin sudah ada tetapi setidaknya Google belum menampilkannya sembilan tahun silam. Itulah alasan mengapa Lita menggunakan kata itu dalam namanya. Dipakai karena tidak ada. Digunakan karena belum ada orang lain yang menggunakan. Mungkin benar kata Pak Rektor, ketiadaan menghadirkan kesempatan paling besar. Bahwa tidak sekedar mencari sesuatu di Google, kita bisa hadir mengisi apa yang tadinya belum ada menjadi ada, layaknya seorang leader, bukan follower.
…nama saya “nayarini” juga ternyata cukup unik, Bli. di google sementara baru nemu dua, saya sendiri dan satu orang lg tinggal di middle east kalo ga salah.padahal pas saya lahir loooong time ago blom ada google hehe. anak pertama saya namanya pasaran, nanti kalo punya yg kedua penginnya bikin nama yg unik yg kalo digoogle ga nemu, kayak dik Lita hehe
Hehe kalau boleh tahu apa maknanya mbak? Pertama kali melihat dulu, saya langsung ingat narayana … 🙂
Iya kedengerannya mmg kayak narayana bahasa Sanskrit ya. Mungkin karena bapak saya suka semua yg berbau jawa kuno termasuk primbon. Tp sebenarnya itu utak atik dari nama kakek saya, bapaknya bapak noyorejo, versi ceweknya jadi nayarini. Artinya mungkin memang ga ada arti khusus, karna balik lagi ke topik, kalo ada artinya digoogle pasti nemu, hehe
Aha 😀 Okay…
Hmm, postingan yang menarik banget. Munculin ide baru nih. Salam kenal ya
hahaha, cukup unik, memang trkadang melintas trpikir mencari yg ta ada, di saat pencarian dalam pencarian slalu d temukan,
Inspiring, saya beberapa kali ke blog ini .. meski tidak selalu dengan meninggalkan komen..
Saya rasa memang butuh ‘kesegaran’ penulisan tentang apapun dalam mengungkapkan ide pada sebuah blog.
kalo banyak orang memikirkan Search Engine dalam tulisannya, sehingga muncul istilah SEO Friendly,
maka blog ini lebih pada Human Friendly… it’s not about how to interract with machine, but how to interract with people.. with human.. 😀
always, two thumbs up!