Buncis


Teman saya bilang, saya seringkali menunjukkan tabiat ‘kurang kerjaan’ karena memperhatikan hal-hal kecil yang tidak mutu, tidak penting. Teman saya ini rupanya benar, beberapa saat lalu saya memperhatikan buncis. Buncis adalah tanaman suku polong-polongan, yang buahnya berwarna hijau. Ukurannya sedikit lebih besar, tetapi lebih pendek dibandingkan kacang panjang. Yang jelas lebih kaku.

Karena punya ketertarikan memasak, saya kadang membeli buncis untuk lawar. Kalau diperhatikan, buncis yang sudah tidak segar lagi ditunjukkan dengan ujung-ujung yang sudah layu. Di ujung yang satu, bentuknya kecil, sedikit lebih besar dari rambut dan agak keriting. Sementara di ujung lainnya adalah sisa tangkai saat buncis itu dipetik. Jika membeli buncis dalam satu tas plastik, sering saya rasa kedua ujung tersebut mengganggu keindahan penampilan buncis.  Selain tidak indah, tentu saja tidak sehat jika kedua ujung layu itu ikut dimasak. Seperti para pemasak lainnya saya kemudian memotong bagian yang tidak sehat dan tidak indah itu.

Saya potong bagian yang layu di kedua ujung hanya dengan tangan, atau kadang dengan pisau kecil. Semuanya cepat dan tidak perlu terlalu rapi. Buncis yang sudah dipotong saya masukkan suatu wadah. beberapa menit kemudian, ketika semua buncis sudah dibersihkan dari kedua ujung yang layu, penampilannya jadi lain. Buncis itu, meskipun tidak diatur posisinya, kini nampak sangat rapi, indah dan bersih. Warna hijaunya memberikan nuansa segar. Segerombolan buncis yang secara individu sudah dibersihkan itu nampak sangat baik dan teratur, meskipun tidak sengaja diatur saat ditempatkan di wadah tadi.

Individu yang baik dan bersih memang secara otomatis akan membentuk komunitas yang baik dan bersih pula. Kadang saya punya pikiran aneh. Seandainya saja saya punya kekuatan supranatural, saya bisa memerintahkan masing-masing buncis itu untuk memotong ujungnya sendiri dalam waktu bersamaan. Jika tadi saya menghabiskan n menit untuk memotong tigaratus batang buncis, maka kini hanya diperlukan waktu n/300 menit. Tentu sangat singkat. Sayangnya saya tidak memiliki kekuatan itu. Ini mungkin adalah tugas para pemimpin yang memiliki buncis sebagai anak buahnya.

Saya memang ternyata suka memperhatikan hal-hal remeh temeh yang tidak mutu, Entahlah, rasanya ada pelajaran moral yang bisa didapat dari mengamati buncis itu.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

4 thoughts on “Buncis”

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: