Tak kenal maka tak sayang


Saya sedang terkantuk-kantuk di dalam sebuath subway alias kereta bawah tanah yang membawa saya dari Manhattan ke Queens di New York. Sore itu lelah sekali setelah seharian di depan komputer menyelesaikan berbagai tugas. Seorang perempuan muda datang dan duduk di sebelah saya. Saya menyapa, berbasa basi. Dia ramah dan sepertinya tertarik untuk ngobrol. Kami pun berbasa-basi sejenak tentang hari yang panjang, tentang winter yang dingin menusuk.

Is Indonesia a very poor country?” demikian gadis muda ini bertanya. Saya terhenyak dari kantuk. Saya melihat wajah polos tanpa dosanya dan tidak habis pikir mengapa dia harus bertanya seperti itu. Mengapa ada kata “very” dalam pertanyaannya itu? Saya betanya dalam hati. Saya pun tertawa menjawabnya dan tenggelamlah kami dalam percakapan. Isinya kira-kira sama dengan percakapan dengan orang China beberapa hari sebelumnya.

Pertanyaan di atas adalah sesuatu yang tipikal di Amerika. Tontonan televisi mereka memang cenderung menunjukkan sisi dramatis negatif tentang negara luar. Indonesia adalah tentang kemiskinan dan bencana alam. Kenya adalah tetang kelaparan, China adalah tentang pelanggaran hak asasi manusia dan seterusnya dan seterusnya. Demikianlah saya memahami televisi mereka.

Lebih parah lagi, banyak orang Amerika ternyata tidak memiliki pemahaman geografis yang bagus. Banyak yang tidak tahu kalau Singapura itu negara sendiri dan bukan bagian dari China, misalnya. Begitu mereka mendengar Indonesia, yang terbayang adalah kemiskinan dan kelaparan suku-suku pedalaman yang kerap menjadi teman minum kopi mereka di sore hari melalui CNN atau Fox. Perilaku mereka yang jarang mengunjungi negara lain dan suguhan televisi mereka yang begitu rupa, rasanya menjadi alasan yang cukup untuk gadis itu bertanya pada saya “is Indonesia a very poor country?

Itulah sebabnya saya antusias dengan kemenangan Obama sebagai Presiden Amerika. Benar memang saya tidak bisa bermimpi segala sesuatu akan menjadi segera baik. Semua masih serba rahasia. Setidaknya, Obama bisa dengan fasih mengucapkan “Terima kasih” dan “apa kabar.” Saya tidak bermimpi ini akan berarti berkah untuk Indonesia tetapi ini mengingatkan saya bahwa orang yang disebut-sebut sebagai “the most powerful man in the world” itu mengenal secara baik dunia yang didiaminya, setidaknya lebih baik dari Bush yang konon hanya pergi ke dua negara sebelum menjadi presiden. Bayangkanlah ketika seorang pemimpin negara adidaya yang kadang berbuat sesuka hati tidak memahami dengan baik negara tetangganya. Jangan-jangan banyak bom yang meledak dan nyawa yang terenggut hanya gara-gara gagal memahami budaya.

Obama tetaplah seorang Amerika dengan segala karakternya yang mungkin tidak kita, orang Indonesia, sukai tetapi dia telah menunjukkan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia. Jiwanya pastilah Amerika, tetapi setidaknya perutnya cukup bertoleransi dengan makanan pedas Asia. Ini setidaknya membuat dia lebih mengerti apa makna makan bagi orang Asia dan bagaimana orang Asia memandang hak asasi, untuk hal yang lebih serius.

Lalu untuk apa semua itu? Sekali lagi ini bukan sesuatu yang muluk-muluk dan mengawang tidak karuan. Saya tidak bermimpi ini akan berdampak langsung untuk Indonesia. Setidaknya kawan-kawan kita di Amerika bisa lebih cerah hidupnya, kalau memang selama ini banyak orang menuduh mereka ‘tersesat’. Ini adalah doa yang semoga terkabul untuk kebaikan mereka. Kalau di ujungnya nanti ini berdampak pada kebaikan saya juga, tentu saja saya bersyukur.

Yang pasti saya percaya bahwa perubahan itu datang dari diri sendiri, bukan dari orang lain. Obama mengatakan, dan saya setuju, “I want you to believe, not just in my ability but also in yours.” Maka dari itu ketika seorang kawan mencibir saat menyaksikan pidato Obama dan mengatakan “That’s silly, how come he wants to change millions of people. That’s insane!!” saya menjawab “That’s is what exactly Obama just said. If you do not believe in change and if those people are just like you, sceptical and pessimistic,  he guarantees no change will happen.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

2 thoughts on “Tak kenal maka tak sayang”

  1. hmmm… kupikir orang Amrik “mencap” Indonesia sebagai Bali yang indah, yang ramah, yang demikian… yang demikian… ternyata begitu yaa, ngenes!

    Obama… saya sebenarnya sedang dagdigdug menunggu kinerja pak Obama. Maklum, baru kali ini mengidolakan politikus. Saya takut kekaguman saya pada bapak ini berubah, misalnya karena dia tidak sehebat janji2nya. Contoh pertama, komentar dia tentang Israel yang sudah lama saya tunggu-tunggu, tapi ternyata tidaklah beda dengan sikap pemimpin AS lainnya 😦

    ====
    Ini pengalaman pribadi Epi. Mungkin orang lain memiliki pengalaman yg lebih Indah. Btw, mungkin sebagian orang Amrika memang berimajinasi tentang Bali yang Indah dll. Yang perlu ditanyakan adalah apakah mereka tahu kalau Bali itu bagian dari Indonesia 🙂

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: