[dari pengalaman dan pengamatan]
Pengantar
Bagi sebagian banyak orang, informasi tentang beasiswa untuk bersekolah di luar negeri bukanlah sesuatu yang baru. Kemudahan mendapatkan informasi dari berbagai media terutama internet telah membuat informasi ini begitu mudah diperoleh. Namun demikian, kenyataannnya masih ada saja orang yang mempunyai niat yang besar untuk bersekolah tetapi tidak (belum) tahu apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan beasiswa. Tentu saja sekolah dengan biaya sendiri tidak akan dibahas di sini.
Tulisan ini ditujukan bagi siapa saja yang tertarik mendapatkan beasiswa dan masih memerlukan informasi dasar tentang beasiswa. Di sini akan dibahas beberapa hal meliputi gambaran umum beberapa jenis beasiswa (reguler dan non reguler), negara tujuan pendidikan dan persiapan yang diperlukan untuk melamar beasiswa. Lebih jauh, informasi tentang TOEFL dan IELTS juga diberikan termasuk strategi melakukan kontak dengan Profesor dan melamar di suatu institusi pendidikan di luar negeri.
Sebelum Memutuskan Melamar Beasiswa
Saat ini terdapat sangat banyak jenis beasiswa yang secara rutin disediakan untuk masyarakat Indonesia terutama oleh Negara donor. Sebelum memutuskan untuk melamar beasiswa, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan. Pendekatan pertama adalah mulai dari menentukan jurusan/bidang ilmu yang ingin dipelajari. Selanjutnya mencari informasi tentang perkembangan ilmu tersebut di dunia dan memetakan ‘kekuatan’ negara-negara yang mengembangkan ilmu tersebut. Memilih institusi yang sesuai di suatu negara yang diinginkan adalah langkah berikutnya. Pendekatan lain bisa juga dilakukan dengan terlebih dahulu melihat kekuatan institusi yang dicirikan dengan kualitas SDM yang dimiliki institusi yang bersangkutan. Dalam kenyataannya, pendekatan pragmatis juga biasa dilakukan yaitu dengan melihat benefit yang diberikan oleh masing-masing beasiswa. Hal penting yang biasanya dipertimbangkan adalah besarnya allowance yang diberikan dan apa saja yang dicover. Apakah beasiswa yang bersangkutan menanggung keluarga atau tidak adalah hal penting yang kadang harus dipertimbangkan. Di luar semua itu, melamar beasiswa yang ‘terjangkau’ oleh kemampuan kita adalah hal yang lebih utama.
Beasiswa Reguler
Beberapa beasiswa yang secara rutin diberikan kepada masyarakat Indonesia adalah AusAID (Australia), STUNED dan NFP (Belanda) Fulbright (US), Chevening (UK), DAAD (Jerman), Mongbukogakusho/Monbusho (Jepang) dan lain-lain. Berikut adalah rangkuman tentang masing-masing beasiswa tersebut:
No | Beasiswa | Negara | Bahasa | Deadline | Jenjang | Website |
1 | AusAID | Australia | Inggris | September | S2, S3 | www.adsjakarta.or.id |
2 | STUNED | Belanda | Inggris | Maret | S2 | www.nec.or.id |
3 | NFP | Belanda | Inggris | Mei | S2 | www.nec.or.id |
4 | DAAD | Jerman | Jerman | Desember | S2, S3 | www.daad.de |
5 | Monbusho | Jepang | Jepang | April | S2, S3 | www.dikti.org |
6 | Chevening | UK | Inggris | Maret | S2 | www.chevening.or.id |
7 | dll |
Secara umum, persyaratan hampir semua beasiswa sama, meliputi: kemampuan bahasa, Indeks Prestasi dan kemampuan untuk menunjukkan kontribusi pelamar terhadap pembangunan di Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan. Informasi lebih rinci tentang masing-masing beasiswa bisa didapatkan dari website masing-masing. Semua persyaratan dan proses formal tentang beasiswa tersebut disediakan secara rinci di websitenya. Sebagai contoh, AusAID mensyaratkan pelamar harus memenuhi nilai TOEFL = 500 atau IELTS = 5.0 (lihat penjelasan tentang TOEFL dan IELTS di bawah) dengan indeks prestasi sebesar 2.90. Jika dilihat dari persyaratannya dan kuota sebesar 300 orang, AusAID adalah jenis beasiswa yang ‘terjangkau’ dan realistis bagi kebanyakan mahasiswa. Mungkin itu sebabnya pelamar bisa mencapai 5000 orang setiap tahun.
Beasiswa non Reguler
Selain beberapa jenis beasiswa rutin di atas, ada beberapa peluang sekalah ke luar negeri dengan beasiswa khusus. Kunci utama mendapatkan beasiswa semacam ini adalah rajin melakukan kontak dengan akademisi di luar negeri termasuk mengamati perkembangan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan disiplin yang ingin ditekuni. Di University of New South Wales, Sydney, misalnya, ada sangat banyak mahasiswa internasional (biasanya India, China dan Taiwan) yang melanjutkan studi S3 dengan beasiswa yang berasal dari research project dan beasiswa pemerintah lokal. Kemampuan mereka menjalin jaringan komunikasi telah mengantarkan mereka bisa memperoleh beasiswa tersebut. Jika diperhatikan, mereka adalah mahasiswa dengan kemampuan bahasa Inggris yang tidak istimewa. Namun mereka mempunyai semangat dan keberanian yang nampaknya perlu ditiru. Banyak juga dari mereka yang membayar uang sekolahnya dengan gaji sebagai tutor atau lecturer/research assistant. Yang menarik dari mereka adalah cara pandangnya yang ‘merdeka’ dan anti kemapanan. Berbeda dengan kita di Indonesia yang sering kali tidak ‘tega’ berangkat sekolah karena keluarga, mereka terlihat sangat menikmati hidup dengan keluarga yang dihidupi dengan beasiswa yang pas-pasan.
Sama halnya dengan di Australia, ada mahasiswa yang bisa bersekolah di Jerman atau Jepang dengan beasiswa semacam ini, karena hubungan baik dengan professor. Tambahan uang untuk biaya hidup bisa didapatkan dengan bekerja part time. Di Sydney, misalnya, bekerja menata buku hingga 20 jam per minggu di perpustakaan bisa digaji AU$ 18 per jam yang artinya AU$ 360 seminggu. Ini cukup untuk biaya hidup keluarga dengan satu anak di Sydney. Istri/suami yang tidak sekolah juga bisa bekerja full time dengan jenis pekerjaan yang tidak sulit didapatkan di Sydney. Kebanyakan mahasiswa Indonesia di Sydney bekerja di swalayan atau restoran dengan gaji berkisar antara AU$ 10 – 18 per jam. Pendapatan ini tentu bisa digunakan membantu biaya pendidikan.
Agak berbeda dengan di Australia, mahasiswa maupun keluarga umumnya tidak bisa bekerja jika bersekolah di Belanda atau Inggris (tergantung jenis beasiswa). Hal ini juga menjadi salah satu pertimbangan sebelum melamar beasiswa.
Beasiswa dulu atau sekolah dulu?
Ada beberapa jenis beasiswa seperti STUNED dan NFP di Belanda yang mensyaratkan pelamar sudah harus diterima di salah satu institusi pendidikan di Belanda. Oleh karena itu, sebelum melamar beasiswa harus terlebih dahulu melamar sebagai mahasiswa di salah satu institusi yang diinginkan. Surat penerimaan dari institusi inilah yang kemudian digunakan untuk melamar beasiswa. Aplikasi ke perguruan tinggi luar negeri, secara umum, tidak sulit karena bisa dilakukan secara online melalui website isntitusinya. Cara lain adalah dengan mendownload formulir dari website, dan mengirimkannya bersama persyaratan lain melalui pos. Di TU Delft, Belanda, misalnya, kontak pendahuluan bisa dilakukan dengan admission officer melalui email dan selanjutnya berkas bisa dikirim lewat pos. Melalui kontak pendahuluan ini, seperti yang bisa dilakukan dengan The University of Nottigham, UK (http://www.nottingham.ac.uk/), kita juga bisa menyerahkan berkas digital sehingga admission officer bisa memberi gambaran seberapa besar peluang untuk diterima. Biasanya mereka sangat membantu dan informatif. Bisa dipahami karena calon mahasiswa adalah konsumen yang akan ‘menghidupi’ mereka.
Berbeda dengan beasiswa ke Belanda, beasiswa ke Australia dan UK tidak memerlukan persyaratan diterima di institusi pendidikan. Yang harus dilakukan adalah melengkapi syarat beasiswa dan mengirimkannya ke institusi pemberi beasiswa misalnya Australian Development Scholarship (AusAID) atau Chevening. Pendaftaran ke institusi pendidikan akan dilakukan setelah beasiswa diberikan.
Apa yang Harus Disiapkan?
Yang pertama adalah kemampuan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Ukuran kemampuan bahasa Inggris yang diakui dan paling banyak digunakan di seluruh dunia adalah TOEFL (Test of English as a Foreign Language -www.toefl.org-) dan IELTS (International English Language Testing System –www.ielts.org-). Untuk beasiswa berbahasa non Inggris, misalnya Jerman atau Jepang, pelamar tidak selalu harus bisa berbahasa Jerman atau Jepang karena sebelum berangkat akan ada kursus bahasa hingga satu tahun. Sebagai gantinya, pelamar disyaratkan mampu berbahasa Inggris dengan baik.
Meskipun kemampuan Bahasa Inggris sudah bagus, seringkali tidak menjamin bisa mendapatkan nilai TOEFL/IELTS yang memenuhi syarat. Hal ini terjadi karena TOEFL dan IELTS adalah juga memerlukan kebiasaan. Seperti halnya UMPTN/SPMB, semakin kenal Anda dengan pola soalnya, semakin mudah menjawab dengan benar. Tidak jarang, menguasai trik menjawab soal juga membantu untuk meningkatkan nilai. Untuk ini, tidak ada jalan lain kecuali berlatih berlatih dan berlatih! Materi latihan bisa didapat dengan mudah di toko buku di sekitar kita.
Untuk mendapatkan beasiswa dan diterima di sebuah institusi pendidikan, rekomendasi sangatlah penting. Rekomendasi bisa diperoleh dari pembimbing skripsi/thesis dan ketua jurusan/program studi mengingat merekalah yang (seharusnya) paling tahu keampuan akademik pelamar. Rekomendasi lain bisa diperloleh dari akademisi yang mumpuni di bidang ilmu yang ingin ditekuni dengan sebelumnya membuat kontak secara intesif. Tips untuk ini adalah, rajin membaca tulisannya (bisa didapat dengan mudah di jurnal baik hardcopy maupun softcopy) dan memberi komentar melalui email kepada penulis. Adalah penting menunjukkan ketertarikan kita tentang ilmu tersebut yang ditandai dengan komentar, pertanyaan bahkan sanggahan. Seorang kawan yang sekarang belajar di Jepang mengatakan bahwa menjalin hubungan yang sifatnya personal juga membantu, terutama untuk professor di Asia.
Untuk bidang ilmu teknik di Eropa, terutama Jerman dan Belanda, skor GRE (Graduate Record Examination) kadang diperlukan. GRE (www.gre.org) adalah sebuah standar ujian untuk bidang ilmu eksakta, seperti Tes Potensi Akademik yang diterapkan di Indonesia. Sedangkan untuk ilmu manajemen diperlukan skor GMAT (Graduate Management Admission Test –www.gmat.org-). Bagi yang berniat melamar beasiswa, ada baiknya menyiapkan diri mengikuti ujian tersebut. Informasi lebih rinci tentang model, waktu dan biaya tes bisa dilihat di websitenya.
Beasiswa untuk Semua Orang
Ada yang menganggap bahwa beasiswa reguler hanya untuk dosen dan pegawai pemerintah. Ini tidak sepenuhnya salah karena memang prosentase terbesar adalah sektor pemerintah dan pendidikan. Namun bukan berarti untuk swasta dan pribadi tidak bisa. Dari pengalaman, ada cukup banyak penerima beasiswa AusAID yang pada saat berangkat berstatus sebagai ‘pengangguran’. Pada saat mendaftar mereka adalah karyawan di sebuah perusaahaan kecil menegah di Indonesia dan ‘hanya’ karena kemampuan bahasa inggris dan komunikasi yang baik, mereka mendapat beasiswa. Tentu saja akhirnya mereka keluar dari perusahaannya dan berstatus pengangguran ketika berangkat sekolah. Dari kasus semacam ini, ada juga yang menandatangani perjanjian kembali ke perusahaannya namun banyak juga yang memang tidak berniat kembali. Dari sini bisa dilihat bahwa untuk mendapatkan beasiswa, tidak harus menjadi dosen atau pegawai pemerintah. Beasiswa adalah utuk semua orang.
Lebih Jauh Tentang TOEFL dan IELTS
Salah satu dinding tinggi yang harus dilewati untuk mendapatkan beasiswa adalah TOEFL atau IELTS. TOEFL adalah sistem ujian bahasa Inggris yang terdiri dari 4 seksi ujian yaitu Listening, Structure, Reading and Vocabulary dan Writing (writing baru 2 tahun terakhir ditambahkan untuk computer-based TOEFL). Pada seksi writing, peserta tes diberikan persoalan, misalnya tetang efek negatif televisi bagi perkembangan anak, dan diminta memberikan pendapat tentang persoalan tersebut. Penulisan bisa dilakukan dengan manual maupun diketik langsung di komputer, tergantung kecepatan kita menggunakan keyboard.
Perbedaan mendasar IELTS dengan TOEFL adalah IELTS dilengkapi dengan speaking (listening, reading, writing dan speaking). Pada seksi speaking seorang perseta tes akan diwawancarai (sambil direkam) dengan tiga kategori pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah mengenai identitas diri secara umum (nama, asal, tempat tinggal, hobby, pendidikan, dll). Pertanyaan kedua adalah tentang deskripsi sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan atau ilmu, misalnya definisi dan fungsi suatu alat elektronik, penjelasan mengenai sebuah acara kebudayaan, makanan khas suatu daerah, dll. Pada pertanyaan ketiga peserta tes akan diminta berpendapat tentang sesuatu yang lebih abstrak misalnya tentang masa depan pendidikan, makna hari raya, makna jenis musik atau seni, analisa mengenai perbedaan system pendidikan di Indonesia dan luar negeri, dll. Skor IELTS tertinggi adalah 9 dengan nilai yang terpisah untuk masing-masing seksi dan nilai rata-rata keseluruhan. Untuk diterima di perguruan tinggi luar negeri, nilai rata-rata IELTS yang disyaratkan sekitar 6.0-7.5 tergantung bidang ilmunya.
Beberapa jenis beasiswa terutama di Negara Commonwealth lebih memilih IELTS daripada TOEFL karena dianggap lebih komprehensif. Keempat seksi yang diujikan dalam IELTS, secara formal, lebih menjamin seseorang bisa berbahasa Inggris dibandingkan TOEFL. Bentuk ujian yang sebagian besar berupa essay, bukan pilhian ganda seperti TOEFL, juga lebih menjamin hasil dan lebih independen, bebas dari kemungkinan tebak menebak.
Penutup
Informasi dalam tulisan ini masih bersifat gambaran umum. Informasi lebih rinci bisa didapat dengan mudah dari website masing-masing atau dari DIKTI (www.dikti.org) dan peguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan informasi penting sehingga tulisan ini bisa terwujud. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberi inspirasi bagi pembaca untuk tidak berhenti mencari dan menggali informasi lebih dalam. Selamat berburu, sampai jumpa di suatu institusi di luar negeri yang Anda impikan.