Belakangan ini, isu Pulau Pasir mengemuka. Ada berita, Pulau Pasir katanya diklaim oleh Australia. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dipahami.
- Pulau Pasir memang milik Australia. Tidak ada dispute/sengketa soal kepemilikannya antara Indonesia dan Australia.
- Isu ini diangkat oleh Ferdi Tanoni (Ketua Yayasan Timor Barat) yg mengatakan bahwa Australia mengklaim Pulau Pasir. Australia tidak mengklaim Pulau Paris karena memang tidak perlu mengklaim, mengingat Pulau Pasir memang miliknya. Indonesia tidak perlu mengklaim Pulau Jawa sebagai bagian dari Indonesia. Analoginya demikian.
- Yang ingin dilakukan Ferdi Tanoni adalah menyampaikan bahwa masyarakat adat di Timor Barat sebenarnya tidak rela jika Pulau Pasir itu jadi milik Australia. Ini sudah diperjuangkannya sejak lama. Tahun 2005 saya sudah membahas perihal ini. Langkah Ferdi bisa dipahami, mengingat masyarakat adat dari Rote dan Timor sudah datang ke sana tahun 1700an, sebelum Inggris datang. Mereka merasa berhak.
- Masalahnya, kedatangan masyarakat adat ketika itu tidak mewakili negara secara resmi dan tidak melakukan klaim secara formal. Mereka datang untuk beraktivitas dan memanfaatkan sumberdaya. Maka, secara hukum, masyarakat adat tidak dianggap mengklaim pulau Pasir ini secara resmi.
- Sementara itu, Kapten Ashmore dari Inggris datang ke Pulau Pasir tahun 1800an dan akhirnya resmi mengklaimnya. Pulau itu juga dinamai Ashmore Reef. Inilah yg yg dianggap sebagai bukti hukum klaim resmi. Sementara itu, Belanda, sebagai penjajah di wilayah Indonesia tidak melakukan klaim resmi atas Pulau Pasir. Maka penguasa resmi di Pulau Pasir adalah Inggris. Cerita lengkap tentang ini jauh lebih panjang dari paragraf ini.
- Berdasarkan prinsip yg dianut dunia saat ini, “uti possidetis juris” (wilayah suatu negara mengikuti penjajah/pendahulunya) maka Pulau Pasir jadi bagian resmi Australia.
- Memang, kesannya hukum yg berlaku ini sangat tidak adil bagi masyarakat adat yg tidak mewakili negara. Namun, itulah kesepakatan dunia. Hukum itu telah dibuat dan diakui dengan proses politis dan juga kompromi. Dari semua kemungkinan, dunia mengakui bahwa prinsip itu yang harus berlaku. Tentu tidak semua pihak puas dengan prinsip ini.
- Sebagai bentuk ‘kompromi’, hak masyarakat adat yg sudah ke Pulau Pasir sejak turun temurun, tetap diakui. Aktivitas ini dianggap sebagai tradisi maka kemudian adanya “hak penangkapan ikan tradisional”. Indonesia dan Australia membuat perhanjian tahun 1974 untuk mengakomodir hal ini. Maka, nelayan Indonesia tetap bisa menangkap ikan di sekitar Pulau Pasir. Tentu ada aturan yang mengikat. Ada yg boleh dan tidak boleh dilakukan oleh nelayan Indonesia di sana.
- Jadi, Australia tidak merebut Pulau Pasir dari Indonesia. Indonesia memang tidak pernah secara resmi memilikinya. Indonesia pun sudah menerima hal itu dari awal.
- Apakah kita perlu takut akan kehilangan pulau? Tidak perlu takut. Semua pulau kita dalam keadaan sah milik kita dan tidak ada yg mengklaim. Kita pun tidak dalam posisi mengklaim pulau yg sedang berstatus sengketa. Sama sekali tidak ada.
- Apakah kita perlu merawat pulau-pulau terluar? Sangat perlu. Ini untuk kesejahteraan masyarakat di Pulau itu dan atau sekitarnya, bukan karena kita takut akan direbut oleh negara lain. Namun, jika motivasinya adalah agar tidak kehilangan pulau, tentu boleh saja. Setidaknya kita perlu tahu aturan hukum, bagaimana negara bisa punya hak atas sebuah pulau.
- Negara wajib waspada dan nenaruh perhatian besar pada pulau2 terluar. Sekali lagi, ini dalam rangka pemerataan pembangunan dan pembelaan pada rakyat. Negara tentu harus waspada jika ada negara lain yang menduduki atau memanfaatkan pulau kita. Harus dijaga. Meski demikian, sekali lagi, ini tidak terkait dengan kedaulatan dan kepemilikan akan pulau karena hal itu sudah jelas.
- Ada pertanyaan ke saya, bagaimana dengan Kepulauan Mapia dan Kepulauan Asia di sebelah utara Papua? Kedua kepulauan itu resmi milik Indonesia dan bahkan sudah dijadikan titik pangkal untuk menetapkan garis pangkal kepulauan. Kita sudah ajukan itu ke PBB tahun 2009 dan sudah termuat di website resmi PBB. Bisa dilihat di https://www.un.org/depts/los/LEGISLATIONANDTREATIES/STATEFILES/IDN.htm Tidak ada masalah.
- Perlukah kita memperhatikan dan merawat Kepulauan Mapia dan Asia? Jawabanya sama dengan poin 11.
Jika kedaulatan atas sebuah pulau ibarat perkara perang, maka ini adalah perang yang mengandalkan kedigdayaan intelektual. Semangat membara kita harus hadir dalam bentuk kecemerlangan dan kelihaian diplomasi di forum2 internasional yang melibatkan diplomat kelas dunia. Mari kita menjaga kedaulatan kita dengan semangat untuk memahami konteks legal dan geospasial kedulatan kita.
Jika tiba saat itu, kita harus bisa berdiri tegak, berbicara dengan tenang dan percaya diri, bernarasi dengan dagu terangkat karena sudah kita penuhi kepala kita dengan argumentasi intelektual yang memukau. Bukan hanya teriakan keras nasionalisme yang mudah redup dihempas badai fakta dan logika. Mari kita membela negeri dengan nasionalisme yang tidak saja membara tetapi juga cerdas.
Tabik,
I Made Andi Arsana, PhD
@madeandi – @andiarsana
Peneliti Aspek Geospasial Hukum Laut di Teknik Geodesi UGM