
Saya masih ingat ketika mendengarkan penjelasan seorang pemandu wisata saat berkunjung ke Washington di musim dingin 2007 silam. “Jika Anda datang ke Washington dan tidak melihat Gedung Putih, Anda akan menyesal” katanya bersemangat. Tentu saja saya ingin sekali melihat Gedung Putih, kantor Presiden Amerika itu, dari dekat. “Tapi”, katanya menambahkan, “kalau Anda sudah melihat Gedung Putih, Anda akan lebih menyesal lagi.” Semua peserta wisata spontan tertawa tanpa tahu persis maksudnya. Sayapun bertanya-tanya.
Beberapa menit kemudian saya sudah berdiri di dekat sebuah pagar besi, memandang sebuah gedung kecil putih di dalam pagar. Di depannya terlihat air mancur yang tidak besar. Sepintas gedung ini terlihat seperti rumah biasa, tidak begitu istimewa, sebelum saya akhirnya tahu, itu adalah Gedung Putih, alias the White House, kantornya Presiden Amerika. Tidak besar dan sederhana. Jauh dari kesen menyeramkan. Rupanya pemberitaan di TV dan terutama film Hollywood telah menciptakan citra tersendiri tentang Gedung Putih yang sedemian sangar. Dia ternyata tidak lebih dari sebuah rumah yang tidak terlalu besar di sudut Kota Washington. Setidaknya begitu saya berpendapat ketika melihatnya langsung.
Hal yang tidak jauh berbeda saya alami lagi ketika berkunjung ke Brussels, Belgia. Banyak sekali teman yang berpesan agar saya mampir melihat Manneken Pis, patung bayi pipis yang terkenal itu. Mendengar nama dan kemasyurannya, sayapun menyempatkan berkunjung ke sana. Tibalah saya di sebuah perempatan kecil. Di tepi jalan berjejal toko-toko souvenir dan makanan yang berderet rapi. Jalanan dikeraskan dengan ubin batu yang tersusun sedemikian rupa. Meskipun rapi, jelas jalan tidak semulus jika menggunakan aspal. Saya celingak celinguk di perempatan itu, tidak tahu apa yang harus dilihat. Mana Manneken Pis yang tersohor itu? saya bertanya-tanya dalam hati. Yang saya bayangkan adalah sebuah patung bayi seperti Bayi Sakah di Gianyar yang besarnya memang tiada tara. Mana patung bayi pipis yang menggetarkan dunia wisata itu? Saya mencari-cari. Tidak ada apa-apa di perempatan jalan. Yang ada hanya sebuah tempat di salah satu pojok jalan yang berpagar besi tidak terlalu tinggi. Di temboknya ada patung kecil terbuat dari perunggu, ukuran tingginya mungkin tidak lebih dari 60 cm. Itulah Manneken Pis. Saya merenung sendiri, mencoba bertanya-tanya apakah yang membuatnya istimewa?
Sebuah pusat penelitian tentang perbatasan di Inggris Bernama IBRU, International Boundary Research Unit. Saya sudah mengenal lembaga ini pada saat pertama memasuki dunia perbatasan yang begitu menarik. IBRU menjadi salah satu ikon penting dalam disiplin ini. Tidak mudah menemukan suatu isu perbatasan di dunia yang dalam hal ini IBRU tidak mengambil peran dalam pembahasannya. Hampir untuk semua isu, IBRU berperan dalam memperkaya diskursus. Lebih sering IBRU memberkan pencerahan atas apa yang terjadi. Singkat kata, IBRU sangatlah popular dan penting. Saya membayangkan ini adalah lembaga besar, mentereng dan berkelas dunia. Jika harus membayangkan gedungnya, saya mengimajinasikan sebuah gedung megah di Kawasan Thamrin Jakarta atau sebuah gedung tinggi di Sydney atau pencakar langit di New York.
Suatu hari saya mendapat berita megejutkan dari seorang kawan yang sempat bertamu ke IBRU. IBRU adalah sebuah unit kecil di Unversity of Durham di Inggris yang menempati sebuah ruangan kecil diperkuat oleh tiga gelintir nyawa saja. Dia mengatakan, kita pun harusnya bisa. Yang diperlukan hanya sebuah ruangan kecil dengan rak yang agak besar untuk memajang buku-buku, demikian dia berkelakar. Ternyata, dari ruangan kecil di inggris itu bergema sebuah nama besar yang menggetarkan. Apa pasalnya?
Manekken Piss, White House dan IBRU adalah tiga contoh yang mengejutkan akan arti sebuah ukuran. Kecil dan besar akhirnya menjadi sebegitu relatifnya. Sesuatu yang kecil tidak jarang bisa memberi pengaruh yang menggemparkan. Manekken piss menghebohkan karena ada pihak yang secara konsisten memelihara berita baik tentangnya. Gedung Putih berkesan seperti raksasa karena kata-kata yang diucapkan di gedung itu bisa mengubah peradaban, atau setidaknya menentukan apakah di suatu malam ada jiwa yang melayang di satu belahan dunia atau tidak. IBRU menobatkan diri sebagai lembaga yang disegani karena kesungguhannya menyebarkan kesaktiannya lewat publikasi (buku, jurnal, newsletter). Saat bicara besar atau kecil, kita sesungguhnya berbicara tentang pengaruh dan dampak. Ukuran fisik yang kecil bukan halangan karena small is beautiful when you know how to get the most out of it.
Setuju Bli Andi, saya juga awalnya mengira manikin piss adalah patung yang besar tapi kenyataanya cilik banget, bahkan replikanya di pinggir2 jalan jauh lebih besar.
Bener banget.. replikanya bahkan jauuuh lebih besar 🙂
Kecil saja bisa sedemikian besar, apalagi kalau besar dan penuh SDA dan SDM seperti Indonesia ya Pak