
Salah satu karyanya yang menarik adalah ketika Sobary bercerita tentang kegundahannya saat ada yang membakar Bendera Indonesia. Menurutnya, jika ada yang menghina pemerintah atau oknum aparat keamanan Indonesia, mungkin dia akan memaklumi karena kenyataannya memang banyak kelemahan yang layak dikritik. Namun ketika bendera yang mewakili sebuah bangsa dibakar, si pembakar secara simbolis telah menyatakan permusuhannya terhadap bangsa yang memilikinya. Dalam hal Bendera Indonesia, pembakaran terhadapnya berarti berhadapan dan menyatakan ketidaksetujuan kepada lebih dari dua ratus juta orang yang jelas di dalamnya ada orang baik. Begitulah Sobary membela bangsanya dengan ketajaman pena.
Saya tidak pernah bermimpi bertemu Mohammad Sobary sekaligus juga tidak pernah berharap. Bagi saya, menikmati idenya mungkin jauh lebih baik tanpa terlalu dekat dengan penulisnya secara pribadi karena seringkali menimbulkan subyektivitas berlebihan. Namun waktu berbicara lain. Saya dipertemukan dengannya dan sempat berbagi gagasan. Sebuah kesempatan hanya gara-gara kami sama-sama alumni AusAID. Pengalaman yang menarik.
Ketika saya minta Pak Sobary untuk berfoto bersama, beliau tidak keberatan dan bahkan membuka buku saya yang baru saya hadiahkan seraya berkata “Katakan pada orang-orang kalau Sobary saja sudah membaca buku Anda.” demikian Kang Sejo berkelakar.